Skip to main content

Muqadimah Syawal Trip 1434H

Tunai sudah keinginan berkunjung ke Cordoba (Mezquita) dan Granada (Alhambra), tentu jika kita bicara sejarah Al-Andalus (Andalucia, Spain) masih ada beberapa kota yang belum sempat saya kunjungi yaitu Toledo, Madrid, dan Sevilla. Ketiga kota itu merupakan pusat berkumpulnya ilmuwan Muslim dan tempat ide-ide yang menginspirasi Renaissance di Eropa, seperti peta dunia Al-Idrisi dan karya Ibn Rushd yang mengkritisi Aristotle. Adalah sebuah acara BBC Knowledge – Islam in Europe adalah yang membuat saya tergetar sampai sakit perut untuk berkunjung ke Al-Andalus. Sebuah wilayah yang pernah dipimpin oleh Muslim yang menghidupkan semangat ilmu pengetahuan sebagai cara mendekat pada Allah SWT dan bagaimana mereka menyemai sebuah lingkungan yang aman bagi semua umat beragama dengan adil, conviventia. Sebuah konsep yang berkebalikan dengan kecenderungan di Eropa di masa itu. Brilliant!



Setiap Ramadhan, keinginan tersebut benar-benar meracuni pikiran, apalagi setiap acara Ramadhan ulasan mengenai daerah tersebut hadir hampir setiap hari. Jalan itu pun datang ketika saya mengajukan untuk mengikuti training di Berlin. Keinginan untuk mendapat pendidikan lebih yang akhirnya saya ambil setelah tertunda 1 tahun. Tidak ada hambatan yang berarti ketika visa diajukan hingga disetujui. Keinginan ke Berlin pun adalah hal yang tertunda setelah saya gagal berangkat pada tahun 2010 untuk mengikuti konferensi ilmiah saat masih mahasiswa (saya membahasnya di tulisan ini - Gagal). Lahawla wa la quwwata illa billah.. InsyaaLlah rencanaNya lebih baik sehingga keberangkatan saya ke Berlin diikuti kesempatan ke Al-Andalus, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Alhamdulillahirabbil’alamin


Saya tidak akan bicara mengenai rincian perjalanan (akomodasi, transportasi, dan tempat yang menarik dikunjungi), namun mengenai garis besar hikmah yang saya peroleh. Untuk ukuran saya yang jarang sekali liburan, kesempatan ini tidak boleh dihabiskan hanya untuk melihat-lihat pemandangan. Panggil saya si nona terlalu serius dan membosankan, saya sudah tidak peduli. :D

Tulisan saya bagi di beberapa babak, bosan juga kalau terlalu panjang yaa.. Kan saya suka baca blog sendiri hahhahaha. Mari kita mulai dari negara yang membiayai tiket saya ke titik pertama di benua itu, Jerman.


Rincian perjalanan akan saya ulas di seri berikutnya. 

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be