Pernah satu
waktu, saya memutuskan untuk makan siang di taman dan duduk-duduk saja
mengamat-amati manusia. Ada masa dimana saya seperti memegang lensa pembesar,
masalah kecil terlihat besar dan menggantung-gantung di pikiran. Kondisi yang
menyebalkan apalagi ketika masa dimana sedang tidak bisa shalat. Tidak jarang
juga saya lupa dan mengambil wudhu saja, hanya untuk mendinginkan pikiran.
Lain waktu,
seorang teman seperti tidak bisa menghilangkan kekhawatiran tentang
tujuan-tujuan hidupnya. Mendengar ceritanya saya seperti berkaca, meski
permasalahannya saja yang berbeda.
Semakin bertambah
umur, semakin beragam tantangannya, ujian hidupnya. Kadang saya gugup juga
mendengar kisah-kisah di sekitar saya maupun dari media. “oh, masalah seperti
itu terjadi tidak jauh dari saya, selalu ada probabilitas saya menjadi salah
satu pelaku dalam kisah itu. Will i survive that?” dan kekhawatiran itu kadang
hinggap.
· Ada yang merasa kurang pintar, di tengah
komunitas orang-orang yang cerdas.
· Ada yang merasa kurang harta, di tengah
komunitas rekening gendut
· Ada yang merasa bahagianya kurang lengkap,
ketika belum mendapat buah hati
· Ada yang merasa kurang puas dengan
pekerjaannya, di tengah rekan kerja yang memiliki karir yang melesat
· Ada orang yang mengeluh mengandung anak
lagi dan berkali-kali bercanda menyalahkan suaminya, hingga akhirnya amanat itu
diambil Yang Kuasa
Tapi, ketika saya
mencoba menggali cerita-cerita lain yang pernah saya dengarkan di sisi yang
berbeda, hidup itu tetap adil.
· Ada orang yang merasa bahagia sekali
memiliki seorang anak yang mengidap autisme setelah puluhan tahun menunggu dan
akhirnya berhasil dengan bayi tabung
· Ada orang yang pekerjaannya tidak tetap,
tapi punya banyak keleluasaan untuk mengurus keluarganya dan menikmati semilir
angin di bawah pohon
· Ada yang bersyukur dengan khusyuk ketika
berhasil mengumpulkan receh untuk membayar segelas kopi di plastik dan
menafkahi istrinya, dengan recehan
· Ada orang tua yang harus sekolah malam
untuk kejar paket A, agar bisa dapat gaji yang cukup sebagai penyapu jalan
Kurasa, kita
cenderung menempatkan hal-hal yang belum kita punya dengan nilai lebih tinggi
dari sebenarnya dan membuat kita gugup dan gelisah. Kalau saya berpikir
kembali, hal-hal yang belum ada akan berkurang nilainya ketika akhirnya
diperoleh. Lalu apa yang membuat hal-hal tersebut menjadi berarti?
Kurasa, ketika
kita merasa terhimpit masalah apapun, hal-hal yang paling esensial adalah
hal-hal yang membuat kita bahagia tanpa syarat. Bahagia itu sebab, bukan
akibat.
Saya mengalami
ke-cranky-an luar biasa beberapa waktu lalu, sampai saya perlu berhenti dan
berpikir “apa sebenarnya yang membuat saya begitu gelisah?”
Life is not that
bad, after all, far from bad.
Kurasa hal-hal
yang membuat hidup terasa berat adalah kegelisahan. Saya sendiri mengakui
kadang hinggap juga perasaan gugup ketika memasuki tahap hidup yang lebih
dewasa ini. Dimana masalah menjadi unik dan kompleks serta melibatkan lebih
banyak orang. Nervous to be adult.
Saya mencoba
beberapa hal untuk membuat pikiran menjadi lebih ringan, dan hati lebih lapang.
- Menambah shalat sunnah. Ulama bilang setiap gerakan shalat mengingatkan kita akan kebesaran Allah SWT. Allahu Akbar, hanya Allah yang paling besar, segala hal yang menjadi beban kita itu kecil super kecil di mata Allah SWT. Tidak sulit bagi Allah, kadang saya saja yang sombong merasa masalah bisa diselesaikan sendiri
- Menyambung kembali hubungan yang intensif dengan Al Quran. There is something about this Book, which can only be felt. Ketenangan yang merasuk, damai.
- I’tikaf. Berdiam dalam masjid, tidak perlu menginap, hanya duduk menghadiri majelis atau sekedar berdiam dan perbanyak zikir
- Menilai segala hal dalam timbangan yang adil, kalau liat yang buruk, cari fakta lain yang baik. Kalau lihat yang berkelebihan, cari fakta lain yang berkebutuhan. Selalu ada yang lebih buruk, namun selalu ada yang lebih baik, tugas kita hanya memberi nilai tambah yang sesuai dengan apa yang kita punya sekarang. Yakin, kita semua punya modal dan kemampuan itu, hanya tidak sama satu dan lainnya.
- Enjoy being different.
Kurasa sangat
wajar ketika kita mempertanyakan langkah-langkah yang pernah kita ambil dan
mencoba membuat masa depan yang lebih baik, kadang kita juga merasa lelah bahwa
apa yang kita kerjakan tidak terlihat menunjukan hasil atau mampu menyelesaikan
misinya.
Namun, kita perlu
ingat untuk menempatkan tiap kekhawatiran dan kegelisahan pada tempat dan kadarnya.
Tidak terlalu abai, pun tidak berlebihan dengan memikirkannya terus menerus.
Kadang kita lupa memberi ruang pada iman.
“Maukah kutunjukkan kalian kepada sesuatu yang
lebih baik dari apa yang kalian minta?” tanya beliau. “Jika kalian berbaring di
atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir (Allahu akbar) 34 kali, tahmid
(alhamdulillah) 33 kali, dan tasbih (subhanallah) 33 kali. Itulah yang lebih
baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.” lanjut Nabi (HR. Bukhari
dan Muslim).
Selamat
berlelah-lelah, semoga semua bernilai ibadah. J
Comments