Skip to main content

Titel

Saya baru makan malam dengan 2 calon peneliti - dosen, dan 1 mahasiswi S2 sama dengan saya. Sambil menyantap kuah sop kaki dengan aroma minyak samin, tiba-tiba pembicaraan sampai pada perempuan yang perlu memperhatikan urusan pasang-pasangan saat mengejar gelar doktor. 
Teman 1 : perempuan pulang-pulang bawa gelar doktor, susah juga cari calon suami, biasanya pria yang sudah doktor sudah di-'cup' alias sudah punya calon. 
Teman 2 : Iya sih kalo perempuan harus dipikirin tuh.
Teman 1 : Ada yang calon ceweknya S2, cowoknya S1, gak boleh tuh sama keluarganya..
Saya : Lah ya emang kenapa sih? lagian titel itu apa? sama - sama belajar kok. Yang satu belajar akademis, yang lainnya ada yang belajar dari pengalaman (praktisi)..
Teman 1 : gak tau tuh
Teman 2 : *srupuut srupuut*
Saya : *nyam nyam lanjut makan*
Ah pembicaraan macam ini tidak akan sampai pada kesimpulan. Yang pasti cuma sop kaki bca ini juara banget lah. Kenyaaang dan senaang :D


Oiya Teman 3 kayaknya belum sampai, kalau sudah sama-sama di meja pun saya yakin dia cuma makan dan mesem-mesem.

Comments

perempuan pulang-pulang bawa gelar doktor, susah juga cari calon suami
-- nggak dooong, kan manusia diciptakan berpasang-pasangan hehe. *padahal ketar-ketir*
Restu Eka said…
Hihihihihi...tenang bat...professor sekarang juga pada masih muda-muda koo... :P
#gakmembantu...
Uqi said…
Sudah gw duga yang bakal komen pertama lo Bat.. hehe..
atiek said…
tenang baatt.. kan belum sampai pada kesimpulaan.. :D

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya