Skip to main content

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini. 

Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik.

Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?"

Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya.

Para kontestan cilik diberi kesempatan untuk tampil pada hari Sabtu. Kemudian, sejak hari Sabtu sampai Minggu sore merupakan periode pengumpulan dukungan lewat SMS. Acara Minggu sore merupakan hasil perolehan sms dari hari sebelumnya sampai menit pertama acara akan dimulai.
Di awal acara akan diberi tahu siapa saja kontestan cilik yang memiliki raport bayangan berwarna merah (yang artinya terancam 'tidak naik kelas').

Ternyata kontestan tersebut adalah Debo, Cakka, Patton, dan Obiet. Sedangkan 4 kontestan cilik lainnya Rahmi, Irsyad, Abner, Oik mendapat raport 'bayangan' berwarna biru yang menunjukkan posisi mereka sudah aman. 


 Lalu keempat penyanyi cilik yang mendapat raport merah ini diberi kesempatan untuk menyanyi ulang, harapannya untuk memberikan kesempatan kedua mungkin. Selama proses menyanyi ulang itu, sms dukungan dibuka terus untuk mengetahui tingkatan perolehan sms masing-masing kontestan. Yang mengherankan adalah 4 kontestan yang dikatakan 'aman' diikutsertakan dengan 4 kontestan raport merah yang mengulang penampilannya pada minggu sore.

Artinya 4 kontestan yang telah melakukan penampilan terbaiknya pada hari sebelumnya dibandingkan dengan 4 kontestan yang melakukan penampilan ulang. Ibarat ujian, 4 siswa dengan nilai baik pada 1 kali ujian dibandingkan dengan siswa yang perlu mengulang ujian tersebut, baru kemudian diberi penilaian akhir.

Saya merasa ini tidak adil. 

Pertama, kontestan telah melakukan penampilan terbaiknya pada putaran sebelumya, dan ternyata melalui polling sms 4 kontestan cilik telah berhasil memikat pemirsa yang selanjutnya mendapat raport biru. Sedangkan 4 kontestan lainnya kurang mampu mempesona pemirsa untuk memberikan dukungan pada mereka sehingga perlu penampilan ulang. 

Secara nalar, 4 kontestan ber'nilai' baik telah memiliki posisi aman, dan 4 kontestan merah perlu berjuang menyelamatkan posisinya dengan penampilan ulang. Logikanya, 4 kontestan ber'nilai' baik tidak dimasukkan ke dalam kelompok kontestan yang perlu dinilai ulang, karena penampilannya sudah baik. Dan 4 kontestan yang perlu melakukan 'ujian' ulang hanya dibandingkan dengan sesama kontestan yang melakukan ujian ulang.

Idola cilik memiliki sistem yang 'unik' kalau tidak mau dibilang aneh. Perbandingan kontestan di result show dilakukan kepada kontestan yang duduk manis saat result show dengan kontestan yang melakukan penampilan ulang.

Tidak adil. Kontestan yang duduk manis tidak diberikan kesempatan yang sama padahal mereka dibandingkan satu sama lain. Apakah anda sudah menemukan keanehannya?

Keanehan ini terjawab. Pada pembagian raport final, ini yang terjadi :
Posisi sebelumnya
 

Posisi akhir :


 

Hampir semua kontestan ‘aman’ masuk ke dalam area tidak aman, kecuali Abner. Dan kontestan yang ‘ujian’ ulang dapat hasil akhir berada di area aman, kecuali Patton. Sedangkan idola cilik minggu ini ditutup dengan hasil akhir, Irsyad keluar dari pentas karena perolehan sms rendah. Lucu, padahal hasil dari penampilan pertamanya, dia mendapat ‘nilai’ baik. Adakah ini adil? Irsyad tidak mendapat kesempatan untuk berjuang kedua kalinya, tidak seperti 4 temannya yang berpenampilan ‘kurang baik’ pada pentas pertama. 

Jika saya jadi 4 kontestan-yang-duduk-manis-karena-dibilang-sudah-aman-dan-tidak-ada-kesempatan-mengulang, saya akan mudah saja berpikir “Buat apa bagus2 di penampilan pertama, toh yang paling berpengaruh adalah penampilan ulang.. seperti yang terjadi pada Cakka, Obiet, dan Debo. 

Apakah ini pesan yang ingin disampaikan idola cilik? Jika saya Irsyad, mungkin saya akan mempertanyakan banyak hal, 
Kenapa saya tidak diberi kesempatan? 
Jika hasilnya begini jangan biarkan saya duduk manis sementara 4 teman saya berusaha. Jika saya diberi kesempatan yang sama, saya akan keluar dengan berbesar hati, karena saya sudah mencoba, saya punya kesempatan yang sama. 
Kenapa saya dibiarkan duduk di saat posisi saya tidak aman? 

Kenapa saya tidak diberi kesempatan lagi? Kenapa? 

Siapkah orang dewasa di sekitarnya memberi jawaban yang memuaskan dia? Siapkah jawaban selain “bersabarlah..belum jodoh.. belum waktunya..” Bisakah jawabannya memberikan pemahaman dia tentang sistem yang adil di dunia. Tentang bagaimana orang dewasa menjalankan dunia yang adil bagi semua, atau kita memang kita memang lupa tentang keadilan? Ataukah dia sudah siap dengan jawaban, “semua ini demi kepentingan perolehan sms, Rp 2000 dikali dengan pendukung yang panik menyelamatkan idolanya dengan sms berulang-ulang.” Ini tidak adil juga bagi pemirsa yang sudah melakukan dukungannya pada kali pertama perhitungan sms dan sudah cukup menyelamatkan Irsyad. 

Ini adalah acara yang ditonton oleh anak-anak dimana otak dan moral sedang gemar menyerap dan memahami bagaimana dunia ini bekerja. Apakah kita memang ingin menciptakan masa depan yang berpikiran pendek, analisis praktis dan pragmatis, dan mendewakan voting sebagai jawaban terbaik dari masalah yang pelik. 

Kalau kita memang menginginkan generasi yang berpikiran dangkal, teruskanlah sistem penilaian ini, dan jawablah setiap pertanyaan anak dengan jawaban praktis. Lalu bersiaplah dengan pembodohan generasi yang berlarut-larut. Lalu kapan kita bisa menciptakan sesuatu jika kemampuan berlogika saja sudah dibelokkan dan dimatikan lewat acara televisi.

Comments

diansubrata said…
kalo tau intrik2 di dalem tiek, secara keseluruhan ajang2 beginian emang gak adil, bagaimana pun sistem penilaiannya..
smuanya emang dbuat sekomersil mungkin, gw pikir sih agak kesian anak2 itu, mereka korban utamanya..

*info lbh lengkap hubungi muthe, hehehe..
wii.. pengamatan bagus tik.
yang memprihatinkan, kayaknya produser atau orang2 di belakang layar acara ini ga terlalu peduli sama psikologis anak2 yang sebenernya ga bisa disamain dengan orang dewasa.

kirimin jadi surat pembaca di kompas aja tiek. hehehe.
None said…
wah, iyaaaaa, aneeeeeeeeeeeeh...
Tia said…
acara semacam idola cilik itu udah jelas2 eksploitasi anak-anak abis-abisan.
atiek said…
wah bu guru tia sudah angkat bicara,
kalo anak2 kelas bu tia komentarnya gimana?
Anonymous said…
hmmm,,sepatu (sepakat & setuju) =).. kemasan acaranya, terutama sistem eliminasi by sms emang gak adil.. muatan/fokus acara yg seharusnya memfasilitasi talenta anak2 jadi buyar..
oia, izin link postingan-nya boleh kan.. mo ditampilkan di forum situs idola cilik, biar lebih membuka wacana mereka (meskipun mungkin belum semuanya mengerti, toh perubahan harus dimulai..)

thanks mba atiek..
Anonymous said…
yAP.....
sETUJU BANGETTTTTTTTTTT....
ACARA INI BENAR2 TIDAK ADIL......
BUKAN KARENA IDOLA2NYA TAPI KARENA SISTEMNYA YANG BENAR2 BERORIENTASI UANGGGGG...
TOLONG DONG BUAT RCTI TINGGALKANLAH SISTEM SMS DENGAN KESEMPATAN TAMPIL ULANG UNTUK YG SMSNYA RENDAH... KARNA INI BENAR2 SUATU KETIDAKADILAN DAN PERAMPASAN HAK BAGI MEREKA YANG SUDAH TAMPIL BEGITU BAIK HARI SEBELUMNYA...
SATU HAL LAGI JANGAN SELALU MENAMPILKAN HASIL SMS SEMENTARA KARENA INI BENAR BISA MENJEBAK...
BAGI YG MERASA IDOLANYA DI ATAS SMSNYA JADI MALAS SMS KRN BERPIKIR AKAN AMAN, TAPI SEBALIKNYA YG DI BWH AKAN TERUS SMS SUPAYA TDK TGL KLS. HASILNYA====> YG DI BWH NAIK, YG DI ATAS TURUN... DAN SEKALI LAGI INI BENAR2 TIDAK ADIL...
mAAF YAAAA KALAU AGAK EMOSI SOALNYA UDAH KESAL BANGET SETELAH CALON2 JUARA PADA HARUS TERSISIH SEPERTI ABNER,CAKKA,OBIET...
UNTUNGLAH MASIH ADA RAHMI...
AYO JANGAN BIARKAN RAHMI TERSISIH MUMPUNG MASIH ADA KESEMPATAN.
Anonymous said…
Yappp….
Sistem eliminasi dengan hanya mengandalkan sms ditambah lagi dengan adanya kesempatan kedua untuk bernyanyi bagi yg smsnya dibawah benar2 tidak adil…
Oleh karena itu untuk siapa saja yang meras tidak puas dengan sistem eliminasi yang ada di idola cilik agar bisa memberikan komentar di SITUS RESMI RCTI secara lengkap di “http://www.rcti.tv/hubungi”.
Dan semoga dengan banyaknya masukkan yang ada di pihak RCTI sehingga sistem eliminasi seperti ini bisa diganti dan kedepannya kompetisi idola cilik bisa lebih fair…
AYO untuk d’bieters (penggemarnya OBIET), C Luvers (penggemarnya CAKKA), dan semua yang idolanya sudah tinggal kelas dan merasa dirugikan dengan sistem seperti ini supaya bisa memberikan komentar di :
http://www.rcti.tv/hubungi.


Tolong disebarluaskan.....
Wassalam…
atiek said…
wuah seru,, semoga membantu ya,, untuk memberikan tayangan televisi yang lebih mendidik
sayang kalau tujuannya bagus untuk pengembangan bakat disalahgunakan dan pesannya menjadi bias..
Anonymous said…
Gw jadi pengen nonton idola cilik d,,
Emg pemerhati yg kritis atiek ini,,
Kapanlah ngobrol2 lagi.. ; )
atiek said…
hiyaa .. maaf deh do..
gara2 gw gak yakin sih,, ckck parah2.

anw, lo udah ky politikus aja,, ngomongin ini trus dibelokin ke itu.. hahaha
Anonymous said…
Iya yaa,, aneh.. udah kyk ujian kimia,, tiba2 bisa ZA dari gak lulus.. Hahahha.. Btw,, niat amat dah tik sampe bikin bagan2.. Ckckkck

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi