Skip to main content

Tidakkah kamu malu?

Kalau agama harus dipisahkan dari kehidupan manusia, kenapa kamu percaya bahwa Tuhan itu Maha Pencipta, Maha Mengatur alam semesta.

Kenapa kehidupan beragama hanya milik kamu dan Tuhanmu, sementara Ia telah menciptakanmu, saudara-saudaramu, kerabat-kerabatmu, pemimpin-pemimpinmu.

Ia yang telah menciptakan sistem tata surya dengan berbagai macam bintang, planet, dan benda-benda langit lainnya. Jika kehidupan beragama hanya antara kamu dan Tuhanmu, kenapa kamu percaya bahwa Tuhan lah yang telah menciptakan ekosistem ini, mengapa kamu tidak heran mengapa planet dan benda-benda langit bergerak teratur di jalurnya. Tidakkah kamu melihat tanda-tanda kebesaranNya? Bahwa benda mati sekalipun perlu aturan yang mengatur interaksi sesamanya. Tidakkah kamu melihat analogi serupa pantas diterapkan pada manusia, yang memiliki akal dan hati? Kenapa kamu tunduk pada hukum buatan manusia, sementara tidak patuh terhadap hukum yang telah diciptakan oleh Penciptamu.

Tidakkah kamu malu, bahwa akalmu telah dikuasai keegoisan dan paham yang tidak kembali pada nuranimu? Tidakkah kamu malu berbicara lantang di hadapan banyak orang, bicara tentang pertentangan dalam batinmu, bicara tentang akalmu yang telah terpisah dari nuranimu, nurani sebagai makhluk ciptaanNya. Atau kamu memang telah berubah menjadi tidak berTuhan, namun kamu malu mengakuinya. Lalu kamu menciptakan rangkaian kata dan istilah yang seolah-olah membenarkan segala pikiran dan tindakanmu?


Ambillah waktu sejenak untuk dirimu, untuk akal dan hatimu, maka kamu akan menyadari apa yang terlupa, apa yang telah kamu ingkari selama ini, dan pembenaran-pembenaran yang kamu ciptakan sendiri.

Tidakkah kamu malu, berjubah popularitas dan menyandang gelar kemuliaan, tetapi apa yang kamu katakan dan lakukan semakin mendekati kemunafikan yang nyata. Tidakkah kamu malu?

Comments

Anonymous said…
asw. salam kenal kak...
tulisannya bagus!
atiek said…
makasih, tapi kalo dipanggil kak, apakah saya emmang lebih tua dari anda? [hihihi]

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

memandang ibu dan balita dari sudut pandang yang lain

Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu. Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayang...