Skip to main content

Pemikiran

Pagi ini Pak Nasarudin Umar memberikan pandangannya mengenai pendidikan dalam Islam dan pengalaman beliau setelah mengikuti Konferensi Negara Islam yang diselenggarakan minggu kemarin di Jakarta.  Negara-negara Islam hadir dalam konferensi tersebut yang mengkhususkan untuk membahas penyelesaian masalah antara Israel dan Palestina. 
"Terlalu sering kita mengonsumsi pemikiran yang berasal dari tempat lain yang berbeda dengan kita. Sudah saatnya kita, Indonesia, menjadi pusat pemikiran yang kemudian menyebarkannya ke tempat-tempat lain. Bayangkan, masalah Israel - Palestina dibahas di Indonesia, begitu jauhnya untuk mencari solusi. Bagaimana bisa mendapat solusi untuk permasalahan di Timur Tengah, ketika tiap hari mereka dilanda perang?"

Beberapa hari lalu saya baru membahas dengan @novalpas soal perkembangan pemikiran di ranah sosial media yang gemar menceplok pemikiran barat/ peradaban mengenai pandangan terhadap Islam/ agama. Padahal peradaban tersebut memiliki trauma tersendiri terhadap situasi dimana agama dan institusinya memberi pengaruh dalam kehidupan sosial-masyarakat.

Zeitgeist : The Movie menceritakan mengenai kesamaan mitos dalam agama-agama dengan kepercayaan Pagan yang mendasarkan legenda-legendanya pada fenomena astronomi dan matahari sebagai objek utamanya. Judul pada bagian ini sangat tendensius dan membuat penontonnya mempertanyakan ajaran-ajaran agamanya sendiri. Narasi dalam film ini pun menggambarkan begitu dalamnya mosi tidak percaya terhadap konsep bernama agama. Tapi lucunya, malah membuat saya makin percaya dengan Islam dan betapa gemilangnya cara-cara Muhammad SAW dalam menyampaikannya. 

Timur - Barat

"Istilah Timur dan Barat bisa diartikan sebagai dikotomi batin dan akal. Semua agama berasal dari Timur, artinya urusan batin begitu kentara di Timur. Ketika peradaban Islam sedang berkembang, bangsa Eropa mengambil semua literatur dan buku-buku pemikiran-pemikiran di masa itu. Mereka membawa ratusan penerjemah dan hanya mengambil literatur sains dan ilmu pengetahuan. Namun keilmuan yang terkait batin mereka buang semua ke sungai Eufrat dan Tigris. Maka istilah Barat erat dengan logika saja."

Islam menghendaki keduanya, akal dan batin. Beliau pun menggarisbawahi ayat pertama dalam surat Al 'Alaq. 

اقرا باسم ربك الذي خلق 
Recite in the name of your Lord who created

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Tidak hanya membaca, tidak hanya mengandalkan akal, namun baca dengan nama Tuhanmu. Ayat ini menunjukkan bahwa pengetahuan/ logika/ akal saja tidak cukup, namun kesadaran akan hadirnya Allah dan kemampuanNya untuk menciptakan makhluk, termasuk ilmu. Pintar saja tidak cukup, namun harus arif dan bijak.

"Jika semua hal dalam Islam harus dapat dipahami sekarang dengan logika, maka ia disebut filsafat"

Dalam The Physician yang berlatar belakang abad pertengahan. Diceritakan ada seorang Inggris bertualang ke Persia untuk belajar pada Avicenna, Ibnu Sina. Di film tersebut digambarkan sekali masa kegelapan Eropa, dan begitu gemilangnya tradisi belajar mengajar di Persia. (Secara cerita, film ini agak mengecewakan karena menceritakan bahwa murid dari Eropa ini yang menjadi pahlawan untuk bidang anatomi, tidak selaras dengan sejarah). Anyway.. Pada masa itu memang ada serangan-serangan dari Seljuk kepada negara-negara di Timur Tengah tersebut, namun Persia dalam keadaan aman dan begitu menghargai majelis-majelis ilmu, sama seperti Cordoba, Baghdad, Toledo, dan pusat-pusat ilmu lainnya di abad pertengahan.

"Tidak ada peradaban yang dibangun dalam keadaan perang"

"Begitu beruntungnya Tuan hidup dalam negara yang damai seperti ini. Kami bisa pergi kemana-mana tanpa pengawalan ketat. Hal yang langka dalam 10 tahun terakhir ini", ujar para delegasi Timur Tengah kepada Pak Nasarudin mengenai keadaan di Jakarta

Mungkin dalam banyak hal, kita, masyarakat Muslim di Indonesia, tanpa disadari memiliki banyak hal berharga yang tidak dimiliki banyak warga dunia: keamanan, penempatan peran Muslimah yang adil di rumah dan masyarakat, iklim, pemerataan kesempatan, dll. Saya rasa ada benarnya ketika Pak Nasarudin dan banyak ulama menyerukan persatuan, toleransi di dalam umat Muslim sendiri. Muslim/ah diajak untuk lebih arif dalam berpikir dan beramal, agar menjadi lebih maju.

"Mungkin sudah cukup waktunya Timur Tengah sebagai tempat lahirnya Islam, mungkin ini saatnya kita yang di Indonesia ini, berperan lebih terhadap pemikiran Islam di dunia"

Saya rasa, pernyataan Pak Nasarudin bukan hal yang mustahil untuk terwujud. Meskipun saya tidak setuju juga dengan istilah Islam Nusantara, tapi secara hakikat, kita hanya menggaungkan kembali nilai nilai universalitas dan peradaban Islam yang sudah ada.

Comments

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan