Skip to main content

menepi ke pinggir

Anak itu menghampiri saya yang sedang melipat-lipat kertas membuat kincir angin untuk siswa kelas 4. 

"ibu, kincir angin itu besar dan tinggi ya? ibu pernah liat dimana?"
"ibu pernah lihat di jerman"
"di Jerman ya bu.. Jerman itu jauh ya bu.."

Mata itu binarnya tidak bisa saya lupa hingga sekarang. Pagi itu tanggal 12 Februari 2014, di Sekejati pinggiran Bandung. Sebelumnya saya cerita soal pembangkit listrik matahari dan angin dalam lingkaran besar anak-anak lincah ini.

Di kelas 6, saya sibuk membagi kertas dan meminta salah satu anak untuk membantu. Siswa pria malu-malu menghampiri dan membantu saya. Hebatnya ia sangat terampil membuat kincir yang berbeda dengan yang saya pelajari malam sebelumnya. Kami pun membuat kincir sesuai model yang ia buat, dan ia berkeliling membantu teman-temannya.

Kesempatan
Sedikit dorongan
Harapan

Apalah artinya yang saya lakukan dibanding orang-orang lain yang sudah lebih konsisten dan lebih bermanfaat. Kadang malu sendiri. Tapi setidaknya saya bersyukur diberi sedikit kesempatan untuk melihat harapan di antara keraguan di kepala anak-anak ini. 

Konsistensi. Mampukah konsisten untuk memberi?
Maukah saya menelan duri yang kadang muncul di tengah prosesnya, atau memilih haluan lain yang jauh dari sorot lampu. Setelah beberapa tahun membantu menggaungkan.. kurasa ada waktunya pergi ke tepi. Bekerja dalam diam, semakin tidak terlihat, semakin baik.


Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

memandang ibu dan balita dari sudut pandang yang lain

Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu. Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayang...