Skip to main content

Addis Ababa kesan pertama

Saya mungkin berhutang cerita soal negeri Habasyah (Ethiopia). April 2012, saya diminta bergabung dengan rekan saya ke sebuah pertemuan mengenai akses energi di benua afrika. Asia merupakan salah satu kiblat pembangunan di Afrika, dan Indonesia cukup maju di bidang pembangkitan listrik dari air skala kecil. Pertemuan ini bukan skala besar, namun merupakan jaringan dalam kantor saya.

Ethiopia. Saya hanya tahu ia adalah salah satu negara Afrika Timur. Perjalanan 20 jam ditempuh melalui Dubai dan itu merupakan perjalanan panjang kedua saya setelah perjalanan ke kota Haram 5 tahun sebelumnya. Berdua saya pergi dengan rekan saya berkebangsaan Jerman, sekarang dia sudah ditempatkan di Burundi. Afrika adalah impiannya.

Senang dan bersemangat, tentu saja, ini Afrika! Tidak sesenang itu hingga saya sadar sejarah hebat negara ini. Saya tiba di Addis Ababa, ibukota yang terletak di dataran tinggi. Kami tidak sabar ingin mengintip Addis dari jendela, dan pemandangan yang paling membuat saya tercengang adalah begitu berbedanya Ethiopia dan Indonesia dari jendela ribuan meter ini.Dataran, lapang tanpa hutan dan pepohonan lebat. Kami berpandangan terkesima sambil ingin lekas turun. Suhu di Addis 25 derajat Celcius, yap sejuk dan segar. Langitnya biru, tentu perasaan yang berbeda ketika tiba di Jakarta. :D

Hotel kami terletak di wilayah kedutaan. Tepat berseberangan dengan kantor Uni Eropa. Wajarlah, kolega saya semua berasal dari sana. Jangan bayangkan gedung tinggi sambil mencakar-cakar langit, kota ini tentu tidak perlu dibandingkan dengan Jakarta dan metromini-nya. Tapi kesederhanaannya memikat.
Sore itu kami memutuskan membeli air minum di toko-toko sekitar hotel. Ceria kami berjalan di jalanan yang tergolong lengang untuk kota besar sampai beberapa truk yang mengangkut tentara bersenjata berhenti di depan jalan. Mereka melompat, mengosongkan dan menjaga jalan. Teman saya panik, dan memilih putar balik, meski penasaran lebih baik saya ikuti saja. Seketika jalanan itu sepi. Tidaak ini bukan kondisi perang kaan?! Lain waktu saya ceritakan kepanikan kami dengan teman yang sudah satu tahun meneliti di sini, ia bilang itu hal biasa ketika ada pejabat yang ingin melintas. Pfiuuuhhhh…

Putar arah kami ke arah kedutaan dan rumah-rumah pembesar. Kami sibuk mengomentari dan membandingkan fasilitas konsulat dari tiap negara yang kami temui, hingga kami menemukan kerangka mamalia sejenis sapi atau kerbau di tempat sampah. Bukan sekedar satu tulang, tapi satu gugusan rusuk dan kepala nya. Woah gede banget dibuang begitu saja di tempat sampah!! Apa ada singa di sekitar?? :D
Kecengangan sore itu perlu diakhiri tampaknya, dan kami memutuskan menikmati upacara meminum kopi yang khas dari negeri ini. Ethiopia adalah ibunya kopi. Kopi berasal dari sini, dan perlu ritual khusus untuk menyajikannya dengan berlapis-lapis proses. Saya perlu garis bawahi, kopi-nya luar biasa! Mereka bangga sekali dengan ritual ini, dan saya rasa pantas sekali. :)

Kesan pertama di negara ini adalah bahwa Ethiopia memiliki aksara yang tergolong paling tua di dunia, Amharic. Amharic juga diketahui sebagai akar aksara Arab. Satu hal lagi, orang Ethiopia punya mata yang bagus dan bulat, bulu mata lentik (tidak peduli laki-laki atau perempuan), dan senyum yang manis. 

(ini dokumentasi dari seorang teman atas kunjungan seekor kera di rapat kami, Hawassa)


Comments

Popular posts from this blog

Wisdom of nature

Life is not meant to be seen only from one side, it is resembled in our earth form, that is round and floating Life is meant to be on the move, no matter how slow it is To see that it has its continuum of time That the state of life is temporary As the earth rotates dilligently The darkness is certain, so as the light Difficulties will soon fade, just like happiness Life is meant to be a journey As our earth travels in tranquility It does not move in random, it surely has its own path Its orbit.. To travel cautiously, not to collide with other planets and space objects The earth knows exactly its mission to bring various seasons for human by dilligently rotates and orbitting to send warning about darkness that comes in our way to give hope at dawn to remind people aboutl illussions in our eyes The philosophy of nature is only can be seen when we pause escape to make space in our life and reflect in iteration The image become words the events become senten...

First Chapter: How we met and why we tied the knot?

It’s been a while since my last blogpost. I think my mind rest somewhere or i did not find something interesting enough to be written or maybe i let all those thoughts disappear with time.   Today is the last day in 2016 and I am on my way back to Jakarta from Yogyakarta with Nauval, who vowed to be my life partner a week ago. As a good friend of us had written our story , i feel flattered actually.. I think one story will not hurt anyone. :D So we met in April 2015, if I’m not mistaken, I don’t remember the date. But I do remember the place, and who were involved there. What had happened between May 2015 and December 2016 are only important for us hahaha.   Probably what is important to be shared is why and how I made the decision to marry a person next to me. HOW? I had met Nauval on March 2015 with Agung and Cinta. There was no follow up after the first meeting and I was very OK with that. Life was normal. Meanwhile, my Mom and her relations wer...

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...