Pernah dengar hadits ini?
"Kehormatan tergantung dari ketidakbutuhannya pada orang lain" terdengar sombong ya namun saya rasa memang cuma 1 Dzat yang pantas menjadi tempat kita bergantung.
Ingat ayat ini?
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)
Buat saya hadits di atas dan ayat ini terkait, tapi saya belum pandai merincinya, saya belum punya ilmunya.
Yang saya resapi adalah bahwa Sabar bukanlah sebuah perbuatan pasif dan menunggu sehingga saya perlu melakukan anti-tesis pada tulisan saya tentang menunggu . Sabar lebih condong pada ketekunan, keteguhan dan kesungguhan dalam berusaha sambil terus memeluk-Nya sepanjang jalan.
Sabar - Shalat,
Usaha - Tawakkal.
Tulisan-tulisan pemikiran ini penting buat saya di masa depan karena pikiran seperti roller-coaster, naik-turun-naik-turun. Kalau tulisan saya terbaca menggurui, ingat bahwa saya sedang bicara pada diri sendiri di masa depan yang mungkin 1 detik kemudian saya lupa dan perlu membacanya kembali. ;)
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw, lalu berkata, “Hai Muhammad, hiduplah sesukamu namun engkau pasti mati. Berbuatlah sesukamu namun engkau pasti akan diganjar, dan cintailah siapa yang engkau sukai namun pasti engkau akan berpisah dengannya. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin tergantung shalat malamnya dan kehormatannya tergantung dari ketidakbutuhannya kepada orang lain.” (H.R Ath-Thabrani)
Jleb banget buat saya yang masih hidup sesuka saya, berbuat semau gw, dan mencintai seperti tidak akan berpisah (konteksnya luas loh yaa...). Dua poin pertama jelas sekali soal tanggung jawab, poin terakhir buat saya bermakna ganda bahwa mencintai seperti akan dipisahkan perlu diimplementasikan sesuai kadarnya.
Buat saya, mencintai seperti akan dipisahkan bermakna seperti berusahalah seperti akan hidup seribu tahun, beribadahlah seperti engkau akan mati esok. Bahwa kepastian akan berpisah nanti itu semestinya dijewantahkan dalam aksi dengan kualitas yang amat tinggi, seperti berusaha menunjukkan kasih sayang pada orang tua, keluarga dan orang-orang penting lainnya dengan Maksimal, sekuat tenaga karena kita pasti akan berpisah nanti.. Karena tidak ada waktu yang dapat diulang kembali sebelum sesal menyelinap hadir..
Bahwa kepastian akan berpisah nanti juga mengandung makna bahwa kesadaran sifat fana semestinya sudah tertanam hingga saat waktunya tiba, keikhlasan sudah terpancang kuat. Sifat fana adalah keniscayaan hingga tidak perlu terlalu banyak air keluar dari kantungnya, dan kesedihan sudah teredam sebelum ia sempat keluar.
"Kehormatan tergantung dari ketidakbutuhannya pada orang lain" terdengar sombong ya namun saya rasa memang cuma 1 Dzat yang pantas menjadi tempat kita bergantung.
Ingat ayat ini?
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)
Buat saya hadits di atas dan ayat ini terkait, tapi saya belum pandai merincinya, saya belum punya ilmunya.
Yang saya resapi adalah bahwa Sabar bukanlah sebuah perbuatan pasif dan menunggu sehingga saya perlu melakukan anti-tesis pada tulisan saya tentang menunggu . Sabar lebih condong pada ketekunan, keteguhan dan kesungguhan dalam berusaha sambil terus memeluk-Nya sepanjang jalan.
Sabar - Shalat,
Usaha - Tawakkal.
Tulisan-tulisan pemikiran ini penting buat saya di masa depan karena pikiran seperti roller-coaster, naik-turun-naik-turun. Kalau tulisan saya terbaca menggurui, ingat bahwa saya sedang bicara pada diri sendiri di masa depan yang mungkin 1 detik kemudian saya lupa dan perlu membacanya kembali. ;)
Comments