Skip to main content

Perjalanan

Perjalanan darat berjam-jam itu kalau digambarkan kurva menariknya itu mungkin seperti gelombang transversal. Ada suatu masa dimana mata berbinar-binar, kemudian redup, kemudian terkantuk-kantuk, lalu mulai mencari permen, botol minuman, mengajak bicara teman perjalanan, bicara ngalor-ngidul, sampai diam kehabisan bahan, lalu terpukau pemandangan lagi,  begitu terus sampai tujuan. Itulah kenapa teman perjalanan itu penting memastikan bahwa perjalanan tidak akan membosankan :) Namun tidak saya pungkiri ada saat kurva bernilai negatif, atau lembah minimum saat saya tidak berhasrat untuk bicara sama sekali hanya mencari-cari gelombang radio atau lagu yang bisa diputar.

Perjalanan darat terkadang adalah waktu yang tepat untuk bicara soal saat ini, tujuan, masa lalu hingga masa depan dan bagi saya itulah pentingnya perjalanan. Seperti simulasi hidup, saat berpikir dan keluar dari stagnansi, seperti air mengalir yang lebih jernih daripada air yang tergenang. Air mengalir bisa melepaskan tanah, kerikil, pasir yang larut dalam perjalanannya. Meninggalkan pasir, tanah, dan segala beban ke bawah, dan mereka pun mengendap tertinggal entah dimana, sedimentasi. Kemudian seusainya langkah akan menjadi lebih ringan. :)

Saya selalu menikmati perjalanan terutama dengan orang-orang terbaik dalam hidup saya, sesederhana itu saja kebahagiaan bisa diraih. :)

Comments

Mona said…
Biasanya gw selalu bisa berpikir banyak atau mendapatkan ide banyak kalau lagi di perjalanan darat yang jauh, tiek.

Tentunya dengan gelombang transversal yang sudah lo sebut. Hehehe..
atiek said…
betul sekali..
jadiiii kemanaa kitaaa?
-ay- said…
Ke Skotlandia siniiii! :)
*itu mah perjalanan udara*
atiek said…
asal dibayarin ayu sih ;;p

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya