Skip to main content

makanan daur ulang

Alkisah saya yang sedang malas beli makan di warteg ini merasa tubuhnya sudah terpapar terlalu banyak minyak, jika dikombinasikan dengan stres tidak akan baik bagi tubuh. Maka saya mencoba beberapa menu kukus dan rebus. Pertama saya buat pepes tahu, ya cuma potong-potong beberapa bumbu (bawang putih, bawang merah, sereh, salam, cabe, lengkuas) dicampur tahu putih, garam, gula, lalu dibungkus daun. Oke ternyata diterima oleh lidah saya setidaknya, dan beberapa teman kos saya (hm mungkin terpaksa).
Menu kukus kedua adalah mendaur ulang makanan. Saya punya ayam bakar yang saya bungkus dari rumah, setelah saya hangatkan dengan menggoreng rasanya salah nih. Bagaimana kalau kita kukus.
Ayam suwir kukus sayur (ceilee pake ada namanya)
- dada ayam goreng, atau ayam ungkep, atau ayam yang sudah matang, suwir suwir
- paprika merah (iris dadu keciiil keciil)
- bawang daun (iris keciiil keciil)
- jagung manis
- wortel (iris dadu keciiil keciil)
Bumbu
- bawang putih cincang, sangrai, supaya gak bau
- kecap
- lada bubuk
- garam
Caranya :
1. Aduk bumbu, ini bumbu porsinya dikit aja asal rasa aja
2. Masukkan ayam suwir, aduk sama bumbu
3. Cemplungin deh semua sayur
4. Aduk aduk aduk aduk
5. Kukus sekitar 15-20 menit. Sayuran dipotongnya kecil-kecil ya supaya cepat mataang, keburu lapar kan berabe. Angkaatt.. wuss wuss haruumm. Diterima pula oleh lidah saya, dan dua orang yang ada di kosan. (Lagi-lagi jadi korban)
Darimana sayurannyaa? Sempatkan sekali dalam seminggu ke pasar, beli kira-kira cukup untuk seminggu sayuran dasar yang awet, seperti wortel, jagung, buncis, kacang panjang, tomat, cabe, bawang merah, bawang putih (kira-kira total 20ribu-an lah). Habis dari pasar, potong-potong sayurannya lalu masukkan ke tempat makan, atau bungkus dengan plastik makanan transparan, zzzaapp simpan dalam lemari es. Jadi kalau mau makan tinggal direbus, kukus, atau tumis. Lain waktu saya tulis cara buat kaldu sayuran ya, hasil baca-baca sekilas buku food-combining sambil jongkok di toko buku. Ahahaha

Mari hidup sehat! :)

Comments

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi