Skip to main content

Dilema

Ah dilema ini bukan punya saya saja kayaknya. Saya sedang semester akhir kuliah, student loan dan idealisme punya perusahaan sendiri itu kadang benturan. Kalau saya kerja, jelas gak usah mikirin menggaji orang lain lewat wirausaha, tapi wirausaha punya magnet sendiri. Nanti kalau saya berkeluarga kan jadwalnya bisa saya atur sendiri antara keluarga dan usaha. Bawa anak kemana-mana juga asik, ibu wirausaha gitu deh ceritanya. :p
Social Entrepreneurship nah! gmn cara mewujudkannya ya. Sebenarnya banyak artikel untuk menjawab dilema ini. Auum.. lolongan kebingungan.. Ini salah satu artikel yang saya baca. Hmm.. any advice? 
Baca Peluang : Cara terbaik mengetahui pilihan yang tepat adalah dengan membuat pertimbangan peluang bisa memberikan prospek yang bagus bagi diri kita ke depan. Bila prospeknya bagus dan hal itu bisa terjadi, maka apapun pilihannya takkan jadi masalah.
Fokus pada tujuan : Pahami bila pada setiap usaha pasti akan mengalami masa sulit. Tanamkan dalam pemikiran, usaha adalah proses. Di dalam proses tersebut, selalu ada saat yang bagus namun ada juga yang tidak bagus. Apabila datang masa yang sulit, cobalah ingat kembali jika salah satu alasan memilih berwirausaha, karena prospeknya ke depan kita nilai lebih menjanjikan. Paling tidak akan lebih baik dari kondisi saat ini.
Bisa Kapan Saja : Mengenai penentuan kapan berwirausaha dapat dimulai, lebih cepat dimulai tentu lebih baik. Ingat, wirausaha adalah sebuah proses, bukan seperti bekerja dan menerima gaji secara langsung setelah 1 bulan kita menerima pekerjaan. Hasilnya baru akan dipetik setelah usaha membuahkan hasil dan keberhasilan itu datang tidak dapat diprediksi. Bisa cepat, bisa juga lambat. Tergantung bagaimana seseorang menjalani proses tersebut.  
Asuransi Usaha : Semua kegiatan pasti ada risikonya, termasuk juga usaha. Dan, saat ini, Anda dapat memilih menanggung risiko itu sendirian dengan kekayaan pribadi, atau dengan meletakkan risiko tersebut ke orang lain dengan asuransi. Memang, pada dasarnya usaha tidak dapat diasuransikan, namun aset usaha sangat bisa diasuransikan.
Kesungguhan dan disiplin : Sebenarnya tidak ada patokan berapa besar modal uang yang dibutuhkan, tapi yang paling utama adalah modal kesungguhan dan disiplin menjalani proses. Nah, besaran modal yang dibutuhkan tersebut sangat tergantung dengan jenis dan besaran usaha yang akan dijalankan.  Minimal sisihkan 20 persen dari penghasilan untuk dikumpulkan sebagai modal usaha. Anggaplah usaha ini kelak sebagai investasi di masa depan.
Baca lengkapnya di Nova


Tertanda, saya yang lagi nostalgia baca tabloid ini- hahahaha

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be