Skip to main content

Pernikahan

Pernikahan itu apa sih? 
Mengetahui bahwa jodoh itu adalah orang yang akan berkumpul bersama kita di rumah akhirat itu membuat saya bertanya-tanya. Jadi siapa yang tingga bersama kita di rumah dunia?

Lalu logika terbalik pun dimulai.
Oh pantas saja ada orang yang rela-rela saja dijodohin, membelakangi cerita-cerita putri-putri yang mencari pangeran kuda putih atau kuda sumbawa.(kuda liaar kali bok)
Oh pantas saja perasaan / chemistry itu bisa tiba-tiba saja hilang di antara pasangan *korban nonton acara selebriti*
Oh pantas saja, pasangan yang tadinya mengaku saling soulmate, tiba-tiba bisa jadi bermusuhan.
Oh pantas saja ada poligami
Oh pantas saja ada orang perceraian dibolehkan dan diatur dalam Islam.
Oh pantas saja ada yang menikah berkali-kali karena pasangannya 'mendahului'
Oh pantas saja ada orang yang tidak menikah seumur hidupnya.

Lalu pernikahan di dunia itu untuk apa?
Legalisasi proses reproduksi agar lebih bermartabat?
Atau salah satu cara mengisi kekosongan hidup manusia?

Hmm. Hasil sintesis saya sekarang ini sampai pada kesimpulan bahwa 
Pernikahan adalah legalisasi teman hidup. Istri/suami itu pada akhirnya adalah teman, partner dalam ibadah bernama 'Pernikahan'. Chemistry yang ada di awal mungkin muncul dari kondisi fisik atau sifat saat itu dan akan mungkin saja berubah/hilang seiring waktu, rasanya naif jika bentuk legalisasi ini cuma berlandaskan chemistry. People change, always. We need to change. Namun apakah perubahan itu akan sesuai dengan ekspektasi saat chemistry itu masih ada? saya rasa tidak selalu. Lagipula perasaan/chemistry itu rasanya seperti titipan saja, bisa diambil sama Yang Punya kapan saja. Rasanya yang membuat hubungan ini langgeng adalah kesadaran bahwa pasangan adalah partner hidup di dunia untuk beribadah-bekerja. Orang yang ditakdirkan untuk bekerjasama dengan kita. apa adanya. Bahwa ia juga manusia yang menerima takdir bahwa kitalah pasangannya dengan segala kekurangannya, bukan yang lain. 
Tanpa ekspektasi berlebihan, tanpa rasa memiliki yang sampai mengalahkan keyakinan bahwa semua ini fana. 

Kita tidak pernah tau hidup sampai kapan. Kemudian apakah partner kita akan bersama hingga 'game-over'? Kita pun tidak pernah tau. Yang pasti siapapun yang berada bersama kita sekarang adalah manusia yang 'diizinkan' Tuhan bersama kita sekarang dan sewaktu ia diambil dari kita, itupun sudah seizinNya. Lalu kita akan memulai babak hidup yang baru.

Fana-nya dunia ini..
Tapi rasanya sekarang 'pencarian' akan menjadi lebih damai. :)

heu, sok tau banget sih. biarin 'sotoy' itu nama tengah saya.. HAHHAAHA *mingkem*
perhatian: kesimpulan ini diambil tanggal 26 Agustus 2010 dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung perkembangan volume otak dan rongga hati. hahaha

Comments

Athur Alam said…
Konklusi yang bagus tentang pernikahan. Saya suka dengan pemahamanmu bahwa pasangan kita di dunia hanya sebagai partner dalam sebuah ibadah yang bernama pernikahan dan membangun keluarga yang sakinah mawaddah warrohmah....

Saya kira baru sebagian kecil dari kita yang menyadari hal ini...

terima kasih untuk pencerahannya...

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya