Skip to main content

Jaringan takdir

Dunia ini seperti jaringan hidup manusia yang besar.
Jaringan doa yang begitu lantang dan bergema.


Setiap kejadian, pilihan yang kita buat, pasti ada sangkut pautnya dengan orang lain, bahkan saat kita anggap itu adalah piihan pribadi. Mungkin saja pilihan yang kita buat, terlepas dari proses berpikir yang kita lalui, adalah sebuah jawaban doa untuk orang lain. 
Kita bisa jadi perantara takdir orang lain, yang memang takdir nya terkait dengan takdir kita, melalui pilihan yang kita buat. 
*mulai berputar-putar tapi saya harap anda mengerti maksud saya*


Betapa ajaib dan luar biasanya hidup ini. 
Misalnya pilihan saya untuk membeli nasi pecel di warung kaki lima, bagi saya itu hanya pilihan makan pecel atau bakso, tapi buat pedagang pecel itu jawaban doanya kepada Allah SWT untuk memberinya rejeki. Itu contoh sederhananya. Bagaimana kalau pilihan itu menyangkut pilihan kita untuk berkontribusi, atau untuk membantu seseorang/organisasi untuk menyelesaikan masalahnya?  


Melihat jaringan keputusan yang saling terkait di antara manusia seperti itu, bagaimana bisa orang merasa dirinya tidak berarti bagi orang lain? Bagaimana bisa orang lain membuat keputusan-keputusan buruk bagi dirinya?


Dan kenyataan bahwa masing-masing dari kita merupakan perantara jawaban dari doa orang lain di belahan dunia lain. Bagaimana bisa kita melewatkan pilihan-pilihan baik yang tergelar di depan kita? Karena setiap pilihan baik yang dibuat akan berdampak baik bagi orang lain, efek domino, multiplier effect. 


Luar biasa sistem hidup ini, seperti jaringan sistem yang rumit. Jujur saja saya tidak mampu membayangkan sistem seluas dan serumit ini sebelum saya mengalaminya, artinya ini benar-benar sistem dunia yang sempurna dan sudah pasti saya tidak bisa menciptanya. 
Subhanallah. 

Comments

mappesangka said…
Bukankah itu sunnatullah? Maha Suci Allah, Rabb yg mengatur hidup dan kehidupan ini.

Terima kasih sdh mengingatkan bhw tidaklah Allah menciptakan kita dg main-main. Yg memberikan akal dan hati utk memahami pesanNya serta mengerti tugas dan tujuan hidup ini sebagai hambaNya.
atiek said…
iya memang, hanya mencoba memetakan dan mengingatkan kembali saja :D

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan