"Menjadi ibu atau tidak adalah pilihan. Saat memutuskan menjadi ibu berarti kita sudah siap bagaimanapun keadaannya. "
"Saat membuat anak kita terlihat canggih, sebenarnya untuk anaknya atau untuk orangtuanya sih? Buat saya, yang penting saya yakin bahwa saat saya harus meninggalkan anak saya. Ia sudah independent."
Kira-kira itu yang diucapkan ibu Dyah Puspita, pengelola sekolah Mandiga (Mandiri dan Bahagia) sebuah sekolah untuk kebutuhan khusus, di acara Tatap Muka. Beliau sendiri memiliki seorang anak, Ikhsan 19th, yang memiliki kebutuhan khusus. Beliau menjadi single parent sejak Ikhsan berumur 5 tahun. All by herself.
Melihatnya, beliau adalah ibu yang optimis, ceria, blak-blakan, sabar, lembut, penuh semangat. Saat ditanya apakah pernah sampai pada titik jenuh? dengan tegas beliau menjawab "Tentu saja!I'm only human. Namun , Sang Pencipta punya rencana lain dari rencana saya." Oh ini yang saya sebut ikhlas.
Sepanjang acara, Ikhsan memang sibuk dengan dunianya sendiri. Ia bebas pergi, menyanyi, bergumam, meninggalkan kamera begitu saja. Farhan dan Marcella bingung menghadapinya tapi tahu apa yang diucapkan Ibu Dyah? "Dia (Ikhsan) sudah bosan. Ia orang yang paling jujur."
Beliau ibu dari Ikhsan, namun mendengar, melihat, dan mencoba merasakan apa yang beliau jalani selama ini membuat mata saya panas dan menitikan air mata.
-------------------------
Seandainya ibu saya (mimi) punya kesempatan diwawancara, mungkin beliau tidak akan bicara apa-apa selain meminta saya pulang ke rumah dan bekerja di Jakarta. Oh mungkin beliau akan mengucapkan rentetan doa untuk saya, dan bukan untuknya. Salah satu keinginan yang belum bisa saya penuhi adalah membiarkannya melihat dan menemani saya belajar dan bekerja. Namun saya selalu merasa itu ide yang konyol.
Saya bukan Atiek yang berusia 12 tahun. Saya mau pergi melihat dunia, tinggal jauh dari rumah dan membuat keputusan saya sendiri. Namun saat ini saya merasa saya sangat egois, karena sepanjang percakapan saya dengan beliau hanya itu yang terus beliau ucapkan. Saya tahu, melihat saya mandiri dan bahagia adalah yang lebih penting baginya, namun tidak adakah sedikit waktu bagi saya untuk benar-benar mendengar dan mencari jalan keluar dari keinginannya dan kebutuhan saya, karena sepanjang 23 tahun hidup ini, semua hanya tentang saya.
Mimi (ibu saya) sudah tahu konsekuensinya saat memutuskan melahirkan anak ketiga, si bungsu, yaitu saya. Beliau sudah mengizinkan saya dibawa kemana saja, memakan sisa makanan saya, memberikan hidupnya untuk mengurus saya dan dua orang kakak. Saya tahu beliau ingin sekali bekerja, traveling, namun ia punya tiga orang anak dan seorang suami pekerja keras yang harus dirawat. Saya tahu beliau pernah sampai pada titik jenuh, namun tidak lama ia kembali lagi seperti biasa. Saya rasa semua ibu memiliki tingkat keikhlasan yang sangat-sangat-sangat tinggi. Namun setiap anak punya tingkat keegoisan yang sangat-sangat-sangat tinggi pula.
"Saya selalu berpikir bahwa ini saat-saat terakhir saya dengan Ikhsan, makanya saya selalu memanfaatkan waktu dengan dia" ~Ibu Dyah Puspita
Selamat hari Ibu 22 Desember.
Untuk mimi, saya pulang minggu ini.
Comments