Skip to main content

God with a small g



"God with a small g"
Kalimat ini ada di salah satu adegan film cin(t)a. Kira-kira maknanya apa ya? Apa berarti Tuhan itu tidak Maha? Atau tidak perlu diagungkan? Apakah seharusnya "alam dengan huruf A besar"? Karena mungkin lebih percaya pada hukum alam daripada hukum Tuhan? Apakah karena pikiran seperti ini :
"Tuhan itu ciptaan manusia"
Sekali waktu saya sempat punya pikiran seperti ini (Astaghfirullah), tapi selalu mentah setiap berkaca pada cermin, dan berpikir mengenai fakta penciptaan. Tuhan itu sebuah konsep ciptaan manusia? Benarkah? Apa bukan lagi manusia yang diciptakan Tuhan? Lalu bagaimana bisa struktur tubuh, anatomi, jaringan sampai sel terkecil dari setiap makhluk hidup bisa memiliki pola yang sama namun berbeda tiap individunya? Bagaimana penciptaan sistem dengan tingkat kompleksitas yang maha tinggi? Bagaimana replikasi milyaran kali tanpa cacat? Skenario apa yang mereka buat hingga sampai pada hipotesis seperti itu?

atau skenario bodoh seperti ini :

Dulu ada satu manusia super pintar yang berhasil mengkloning dirinya di bumi yang berdiameter ribuan kilometer, menyebarkan hasil kloningnya ke penjuru bumi, semua tanpa teknologi?

Atau mungkin belum sampai pengetahuan pada mereka yang berkata bahwa "Tuhan adalah konsep yang dibuat manusia"?

Sebelum arogansi dipinggirkan, mereka akan terjebak pada konsep penciptaan yang terbalik ini.

Comments

ikram said…
Hmm, khas Atiek, kritis.

Tetapi bukankah memang ada tuhan-tuhan (dengan t kecil) di sekitar kita?

Mereka wujudnya bisa berupa indeks prestasi, himpunan (atau jaketnya, terserah), teman, pacar, Facebook, Blackberry, dan sebagainya.

Banyak kan orang yang menyembah mereka (menjadikan mereka tuhan)?
atiek said…
mungkin itulah kenapa sampai ada kesimpulan Tuhan menggunakan t kecil. Mungkin itu memang tuhannya, yang pantas dengan t kecil?

yang pasti Tuhan saya tetap Maha dan sangat pantas menggunakan T super besar.. heheheheh

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya