Skip to main content

Doa itu diuji

Doa itu diuji. Jika saya menginginkan sesuatu dengan sangat, lalu memanjatkan doa, terkadang tidak selalu dijawab dengan segera, bahkan yang hadir dalam hidup kita adalah sebaliknya. Saya sudah tahu alasannya, mungkin yang saya inginkan bukanlah yang saya butuhkan. Tapi apa jadinya kalau saya berdoa mengenai sesuatu yang saya pikir saya butuhkan? dan ternyata memang benar itu yang saya butuhkan. 

Apakah doa itu akan segera dikabulkan? Ataukah Dia menguji permintaan saya hingga saya benar-benar siap menerima jawaban dari doa?

Doa itu diuji. Saya yakin itu. Benarkah saya siap dengan apa yang saya minta. Jika nyatanya itu memang yang terbaik untuk saya, siapkah saya menerimanya. Mario Teguh selalu bilang "buatlah diri anda pantas". Pantas mendapatkan apa yang saya inginkan.

Terkadang saya tidak sabar. Saya pikir diri saya sudah siap menerimanya. Menerima jawaban doa bukan hanya sisi bahagia nya, namun juga pahitnya. Menerima jawaban doa secara utuh dan lengkap. Saat saya pikir saya siap, nyatanya Dia berkata lain. Ia menjawab perlahan sekali, lembut, dan bertahap. Setiap tahap nya Ia uji. 
Benarkah saya siap? 
Benarkah saya siap? 
Menerima jawaban doa secara lengkap bersama dengan pahit dan manis nya. 

Benarkah saya siap? 
Misteri ini belum terjawab, yang dapat saya lakukan hanyalah ikhlas. Menyerahkan segala urusan-yang-tak-dapat-saya-kendalikan. 
Hanya kepada-Nya saya menyerahkan segala urusan dan ikhlas atas apa yang menjadi kehendak-Nya.

Belajar Ikhlas tahap II.. 

Comments

ikhlas tahap 1 aja kayaknya gue belum lulus..
None said…
ikhlas tahap satu itu yang gmn?
atiek said…
tahap 1 buat gw, menerima bahwa apa yg gw inginkan belum berarti apa yg gw butuhkan.. kalo udah begitu cuma bisa ikhlas dan tetap ikhtiar..

aih sok tau nya gw...hahahah
Unknown said…
Untuk beberapa hal,, doa gw terkabuk dengan cepat,, buat beberapa hal yang lainnya,, kyk gak pernah dikabul2kan,, huhu.. Mungkin blom lulus ujian-Nya gw..

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

memandang ibu dan balita dari sudut pandang yang lain

Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu. Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayang...