Skip to main content

Fill The Cup!

Sabtu kemaren saya impulsive. Tergopoh-gopoh ke stand majalah di Gramedia, meraih 2 majalah TIME dengan versi yang berbeda : Edisi Michael Jackson dan edisi 1989. Naik ke lantai berikutnya, tanpa pikir panjang memasukkan Freakonomics ke dalam tas belanja.

Tapi tanpa spontanitas itu mungkin saya tidak akan berkontemplasi hari ini. Membuka lembar demi lembar majalah impor itu, menjadi bahagia melihat deretan informasi, dan tersentak pada bagian iklan PBB, World Food Programme Fill The Cup!.

My dream is that no child should go to school hungry.


Ah, ini salah satu rencana yang belum pernah jadi saya laksanakan. Melihat gambar itu saya tersentak, terdiam, dan merasa malu.



dengan ini saya mengundang partner untuk memulai pilot project di Bandung. Anyone?

btw ini posting ke 101. fiuh fiuh.

Comments

None said…
wah Tiek, klo lo berencana mau bikin program kya gini, gw mau (banget) ikutan :D
atiek said…
oke nad. minggu depan kita bahas.. harus cari sekolah yg tepat.. deket2 itb aja biar gampang kontrolnya..
Beni Suryadi said…
tiek,
gw daftar jadi peserta dunk, buat program no man should go to office hungry.

belum sempat sarapan ni, baru nyampe kantor dah disuruh ini itu.

gw ikutan nya ga lama kok, cuma sampe kawin aja, kalo dah kawin kan berarti dah ada yang nyiapin sarapan.

hheheh ;p
atiek said…
benx : hahaha... ada syaratnya bos. lo harus nyeker ke kantor, berseragam merah putih, pake topi sama dasi, lucu, dan imut2..
dua syarat terakhir susah lo penuhi kayaknya,, xixixi.. makanya cari penyedia sarapan dengan lebih giat.. hohoho
Shinta Novita said…
aku mauuuu (tentunya)...give me alert yaaa...
Inanda said…
wow,, baru skali mampir, trus langsung tertarik gw,,
kalo memungkinkan join program dari jarak jauh, kabarin ya tiek... mau banget :)
atiek said…
shinta : akan dikabari segera..
inanda : wah selamat datang..oh tentu saja jarak jauh bisa.. hihihihi
diansubrata said…
telatt komennyah..
tiek, kabar2i klo jadi.
sbnernya ini goal yg pengen gw capai skitar 10 tahun lagi, built a soup kitchen, even more, built the chain of soup kitchen..
hehehe..
bolehlah gw belajar2 dulu dr project lo ini..

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be