Skip to main content

Friends-sick

Bandung, 31 Oktober 2008
Pukul 01.30 am

Sejak tanggal 30 Oktober 2008 pukul 13.00, semuanya memang mulai berjalan aneh. Dari banyu yang mengira saya sudah ultah tanggal segitu, mirza yang bilang saya mengharap-harap dikasih surprise, dsb. Saya tahu memang tidak ada orang yang akan menyiapkan ulang tahun saya, maka saya dengan entengnya menjawab " Datang ya di surprise ultah gw". Saya tidak bermaksud sama sekali, meminta atau mengharap, karena saya tahu tidak ada yang menyiapkan dan hal itu membuat saya sangat santai menjalaninya. Namun, ke-blunder-an saya itu mungkin berdampak pada teman-teman terdekat saya, mulailah mereka menyiapkan hal-hal yang "katanya surprise" itu di depan mata saya, di telinga saya. Kehilangan akal bulus, dikuncilah saya di mobil gita yang di parkir di gerbang belakang.

Rencana jam 12 di Cabe Rawit, Dannu dan Ubi yang menghilang, Aswan dan Aldud yang datang tiba-tiba, Boteh yang mengangkat telepon dan bilang " jadi gimana?" saat dannu telepon, Boteh lagi yang mengambil korek lalu pergi dari kursinya-menghilang-lalu balik lagi. OMG, i knew every detail. Mungkin sebenarnya saya tahu kapan dannu dan ubi sampai di Cabe Rawit. Saya tahu menit-menit menuju tanggal 31 Oktober, karena mereka selalu memberi tahu saya.

Semuanya terlalu jelas di depan mata, ekspektasi saya tidak terjawab sama sekali. Kue yang berupa martabak asia, lilin yang berbentuk angka "4" karena mengirit Rp 1500,- alasan yang paling aneh untuk menutupi kehabisan lilin angka 22. Lalu apakah saya sedih karena itu? Yes, at first. But look, what u want is not exactly what u need.
Martabak sebagai kue ulang tahun dan angka 4 pada ulang tahun ke-22? Saya yakin dengan kue "londo" tidak akan membuat saya tertawa dan menangis secara bersamaan dalam beberapa menit. Kartu yang baru diisi di depan mata saya, dan malah hampir saya diminta mengisi untuk diri sendiri? What? Kartu itulah saya di mata teman-teman, secara lebih jujur, apa yang terlintas saja di pikirannya. Jika saya tidak begitu dalam memberi arti, maka ucapannya seperti selamat ulang tahun dan beberapa kalimat doa. Jika ada sedikit bekas saya disana, mungkin tulisannya akan lebih panjang. Percayalah, itu alat ukur yang baik untuk mengetahui seberapa dalam keberadaanmu ada di hatinya.

Saat itu saya menangis dan tertawa bersamaan. Bukan hanya karena keanehan2, seperti keanehan yang saya punya, tapi juga mengingat saya tidak akan pernah menemui teman seperti mereka lagi. Kebersamaan yang sangat fana yang ingin saya pertahankan. Berbagai momen perpisahan yang saya ikuti selalu saya tangani dengan menaruh logika di depan hati, bahwa perubahan adalah satu-satunya hal yang abadi. Tapi kali ini, pertahanan saya sudah hancur. I miss them, even when they're standing in front of me.

I've just infected by a virus that causes a severe disease, and it's called friends-sick.
God, I couldn't ask for more, please give them ability to be grateful for everything that You give, so they can Rata Penuhenjoy every moment in their life. Knowing that they have a great life, i'd be very happy...
God, I miss them.

Comments

Anonymous said…
kangen juga tiek..gw juga lg terjangkit penyakit itu..
atiek said…
ehhh,, rahmat blogwalking ke sini.. asik2 terimakasihh,, iya nih,, iyaaa,, kangeeenn
diansubrata said…
you've opened up the box that im too affraid to see, tiek..

i'll miss those every single moment too..
memang persahabatan itu berharga seperti permata, emas, dan batu mulia laen...hahah kasi gw comment juga di blog gw ya tik
Anonymous said…
Sepakat bos,,
jadi ngerasa hommy bgt klo lg berada di antara anak2 sekarang..
Mona said…
berdasarkan pengalaman gw ya tiek..

you'll get used to, tiek.. you have to... soalnya kalo kita terus friend-sick, tanpa sadar, tiba2 lo ada di posisi dimana temen2 lo semua udah move on dan punya hidupnya masing2 dan kita masih terjebak di masa lampau..

ini saatnya untuk egois dan emang mikir diri sendiri sih.. dan mendoakan, semoga smua sahabat kita mendapatkan yg terbaik dari Allah..

Amiinn..

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang