Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu.
Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayangnya yang ia sukai adalah main, dan membuat ibunya kehilangan kesabaran. Anak itu dicubit di pipi, sialnya si ibu tampaknya lupa menggunting kuku, alhasil cubitan itu berbekas di pipinya. Anak itu pun menangis, dan selepas dari tragedi itu, si anak mengadu pada kerabat yang ditemui. Saya tahu ia hanya bercerita, tapi sesaat itu pula saya merasakan apa yang ibunya rasakan. Ia pasti merasa malu, dan bersalah. Ibu muda ini menyatakan dengan lantang kesalahannya, ia tidak menutupi, dan mengakui kesalahannya. Neneknya sedih sekali, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain nasehat dan bersabar, karena setiap ibu pasti melewati fase yang sama, dan darisanalah ia belajar.
Lucunya, setiap ditanya apa yang terjadi dengan luka di pipinya, si anak selalu menjawab seperti ini :
"aku dicubit mama, mama galak, tapi habis itu mama sedih"
Saya tersentak dan sadar, apapun pertengkaran yang kita hadapi dengan orang tua, kita mungkin sedih dan marah, tapi saya rasa orang tua lah yang merasa paling sedih. Saya sadari itu sekarang, beliau lah pihak yang paling merasa sedih, kesedihan mereka tidak pernah terkatakan, tapi kitalah yang harus pandai merasakan.
Seperti balita itu, ia mampu merasa, karena hati nuraninya masih dekat dengan akal.
Tantangan lainnya bagi ayah-ibu-anak ini adalah sudah waktunya si anak disapih, sudah dua tahun umurnya. Sulit melepasnya,apalagi si anak menjadi gelisah jika lepas dari ASI ibunya. Beberapa hari terakhir saya mengikuti fase itu, karena si anak mengerti kata "disapih", jadi kami harus pakai kode rahasia untuk membicarakan rencana itu.
Rencananya ia akan dibawa ke seorang ahli bayi, seorang nenek dengan bacaan doa khusus. Dulu si anak sempat dipijat disana, waktu umurnya masih hitungan bulan. Cerdasnya, dia ingat jalan itu, dan menjadi takut saat sampai. Namun karena keperluannya tidak dibawa oleh kami, maka batal lah rencana ini. Kami putuskan untuk datang hari berikutnya.
Pada hari yang sama, salah seorang saudara menyarankan untuk melumuri daerah ASI dengan kopi yang dicampur air, agar si anak tidak berselera. Benar saja, si anak menjadi jijik dan tidak mau lagi. Namun kegalauan melanda si anak dan kami. Sang nenek hampir menangis melihat cucunya gelisah, tidak mau makan, dan tidak mau tidur. Ia menjadi sangat lelah. Di umurnya yang masih balita itu, ia diberi pengertian agar tidak minum ASI lagi, dan hebatnya ia benar-benar berusaha mengerti, ia tidak menangis, ia hanya gelisah, ia tidak mengeluh, ia hanya gelisah. Tidak ada yang tega melihatnya begini, gelisah seperti ini. Tidak diberi ASI adalah hal yang paling tidak menyenangkan baginya, suatu saat ia akan tahu itu baik untuknya, saat ini ia hanya mencoba mengerti keinginan orangtuanya, ia berusaha sangat keras untuk itu.
Mungkin kita mengalami hal yang sama, sesuatu yang baik buat kita, bisa jadi bukan sesuatu yang kita sukai, terkadang kita lupa ini, namun balita itu sudah mencoba mengerti.
Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayangnya yang ia sukai adalah main, dan membuat ibunya kehilangan kesabaran. Anak itu dicubit di pipi, sialnya si ibu tampaknya lupa menggunting kuku, alhasil cubitan itu berbekas di pipinya. Anak itu pun menangis, dan selepas dari tragedi itu, si anak mengadu pada kerabat yang ditemui. Saya tahu ia hanya bercerita, tapi sesaat itu pula saya merasakan apa yang ibunya rasakan. Ia pasti merasa malu, dan bersalah. Ibu muda ini menyatakan dengan lantang kesalahannya, ia tidak menutupi, dan mengakui kesalahannya. Neneknya sedih sekali, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain nasehat dan bersabar, karena setiap ibu pasti melewati fase yang sama, dan darisanalah ia belajar.
Lucunya, setiap ditanya apa yang terjadi dengan luka di pipinya, si anak selalu menjawab seperti ini :
"aku dicubit mama, mama galak, tapi habis itu mama sedih"
Saya tersentak dan sadar, apapun pertengkaran yang kita hadapi dengan orang tua, kita mungkin sedih dan marah, tapi saya rasa orang tua lah yang merasa paling sedih. Saya sadari itu sekarang, beliau lah pihak yang paling merasa sedih, kesedihan mereka tidak pernah terkatakan, tapi kitalah yang harus pandai merasakan.
Seperti balita itu, ia mampu merasa, karena hati nuraninya masih dekat dengan akal.
Tantangan lainnya bagi ayah-ibu-anak ini adalah sudah waktunya si anak disapih, sudah dua tahun umurnya. Sulit melepasnya,apalagi si anak menjadi gelisah jika lepas dari ASI ibunya. Beberapa hari terakhir saya mengikuti fase itu, karena si anak mengerti kata "disapih", jadi kami harus pakai kode rahasia untuk membicarakan rencana itu.
Rencananya ia akan dibawa ke seorang ahli bayi, seorang nenek dengan bacaan doa khusus. Dulu si anak sempat dipijat disana, waktu umurnya masih hitungan bulan. Cerdasnya, dia ingat jalan itu, dan menjadi takut saat sampai. Namun karena keperluannya tidak dibawa oleh kami, maka batal lah rencana ini. Kami putuskan untuk datang hari berikutnya.
Pada hari yang sama, salah seorang saudara menyarankan untuk melumuri daerah ASI dengan kopi yang dicampur air, agar si anak tidak berselera. Benar saja, si anak menjadi jijik dan tidak mau lagi. Namun kegalauan melanda si anak dan kami. Sang nenek hampir menangis melihat cucunya gelisah, tidak mau makan, dan tidak mau tidur. Ia menjadi sangat lelah. Di umurnya yang masih balita itu, ia diberi pengertian agar tidak minum ASI lagi, dan hebatnya ia benar-benar berusaha mengerti, ia tidak menangis, ia hanya gelisah, ia tidak mengeluh, ia hanya gelisah. Tidak ada yang tega melihatnya begini, gelisah seperti ini. Tidak diberi ASI adalah hal yang paling tidak menyenangkan baginya, suatu saat ia akan tahu itu baik untuknya, saat ini ia hanya mencoba mengerti keinginan orangtuanya, ia berusaha sangat keras untuk itu.
Mungkin kita mengalami hal yang sama, sesuatu yang baik buat kita, bisa jadi bukan sesuatu yang kita sukai, terkadang kita lupa ini, namun balita itu sudah mencoba mengerti.
Comments
thanks yaaahh
jadi ibu.
hehehe..
pengalaman siapa tiek? kakak ipar?
hehehe..
iya tiek, gw jg liat itu d kaka gw, galak bet doi ama si willy, gw aja pusing tiap hr denger kaka gw heboh marah2, tp klo si willy sakit kaka gw nungguin bs ampe nangis2 jg. hehe..
ibu itu profesi paling indah ya..
jd gak sabar.. hehehe
predoxx : yes TA is kejam!!!
dian : sopo meneh toh yang dijadikan objek gw,, hahahha