Skip to main content

Jadi papa gak bisa hidup lagi?

Anak lelaki kecil, berkemeja kuning, berjongkok di trotoar jalan, menangis meraung-raung di depan sebuah wujud tertutup koran. Disampingnya seorang wanita muda, mencoba menenangkan tanpa bisa menyembunyikan kesedihan dari balik kacamatanya. Di belakangnya, seorang lelaki kecil berbaju biru tampak diam, mencoba menggambarkan kondisi ini dalam kepalanya. Ia masih bingung dan terkejut sampai tak bisa berekspresi.

Anak lelaki kecil ini terus menangis dan memanggil "Papa... Papa..", tayangan itu lalu disela dengan berita bahwa telah terjadi kecelakaan antara pengendara sepeda motor dengan metrobus KOPAJA yang ugal-ugalan. Seonggok motor yang hanya "luka sedikit" telah menghempaskan pengemudinya ke trotoar, memecahkan kepalanya, dan memberi kesempatan malaikat maut menjemputnya di jalanan Jakarta yang padat.

Berita itu pun disambung dengan keterangan bahwa pengendara tersebut baru saja mengantarkan keluarganya ke suatu tempat dan berniat melanjutkan pekerjaan ke kantornya, namun 5 menit kemudian, terjadilah kecelakaan tersebut. Lokasinya tidak jauh dari tempat keluarganya diantarkan, dan seketika itulah seorang wanita, dengan dua anak laki-lakinya menghampiri pengendaraa naas itu, lalu menangis sejadi-jadinya.

Anak lelaki berkemeja kuning, dan anak lelaki berbaju biru adalah kedua anak korban. Sedangkan wanita muda yang berada di samping mereka adalah istri sekaligus ibu dari kedua anak lelaki tersebut. Mereka terkejut, pasti, karena 5 menit sebelumnya mereka masih bersama, mungkin bercanda, dan memberi nasehat. Lelaki-lelaki kecil ini mungkin habis merengek meminta sesuatu, meminta ayahnya cepat pulang untuk bermain karena sekarang liburan sekolah. Can u imagine if that happen to u?

Kepada kerumunan orang yang memperhatikan mereka di pinggir jalan itu, anak lelaki berkemeja kuning bertanya dan merengek,
" Jadi papa nggak bisa hidup lagi? "
Siapapun yang melihatnya pasti menangis, tidak terkecuali saya, hal ini terlalu berat untuknya.

Comments

None said…
=(((
miris banget dah bacanya..
atiek said…
aku menangis tersedu-sedu melihat mereka di tivi, terutama lelaki kecil berbaju kuning, yang meraung dan bertanya..
Anonymous said…
duuuh...kenapa sedih banget sih???
banyak hal tak terbayangkan terjadi terlalu mendadak dalam hidup.
entah sedih. entah senang.
Anonymous said…
yaaa, nyawa gk ad yg tau kapan dijemputnya, bisa dimana aj, kapan saja, dan pada siapa saja..huuuuuu
atiek said…
iya, kematian itu lebih dekat daripada yg kita tau, cing.. hehehe

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya