Skip to main content

Saya tamak pada-Nya

Tiada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad SAW adalah rasul Allah SWT.

Sejak lahir sudah didengungkan ke telinga kanan saya, meski mungkin saya tidak sadar. Terus menerus saya dididik dalam keluarga yang yakin dan percaya penuh. Sedikit demi sedikit saya belajar, tidak langsung dari Al Quran, tetapi dari pemahaman orang tua dan guru-guru saya. Dari apa yang telah mereka baca dan ketahui, dari apa yang mereka lakukan.

Beranjak dewasa, sedikit tergugah untuk mengupasnya langsung dari Al Quran, sejak Bapak Quraish Shihab begitu bersemangat dengan kajian Mukjizat Al Quran. Tetapi semakin saya diberi nikmat itu, nikmat membaca, mengartikan, dan memahami, hanya sedikit saya mensyukuri nikmat itu. Saya pikir itu adalah kesempatan biasa, yang semua orang bisa lakukan tanpa susah, tanpa perjuangan. Ibadah pun tidak meningkat, resolusi mengingat ayat-ayat pendek pun tenggelam dengan kesibukan dunia yang di-ada-ada-kan.

Saya mulai berhitung dengan tekun ibadah apa saja yang telah saya lakukan, menimbang-nimbang, mencari-cari celah dalam ketetapan-Nya. Apa itu cara saya bersyukur? Atas tiupan ruh dari-Nya, atas 22 tahun kehidupan, atas kesempurnaan jasad dan akal, atas iman yg ditanamkan, atas nikmat ilmu-Nya, atas segalanya. Tetapi entah berapa ribu kali saya berpikir bahwa ketidaksempurnaan ibadah saya akan dimengerti oleh Allah, tanpa mencoba menyempurnakannya.


" Yaudahlah, Allah Maha Mengerti ", begitu selalu pikir saya, dan lalu saya lupakan ketidaksempurnaan itu, seadanya saja untuk Dia.

Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (3:29)

Senja ini saya diingatkan, dan menjadi benar-benar malu. Semua perhitungan-perhitungan murahan dengan ibadah, sikap seadanya saja dalam menjalankan perintah-Nya, ketidaksempurnaan saya kepada-Nya selama ini, tiba-tiba muncul seperti pecahan kejadian yang ada di kelopak mata, bagai semuanya baru terjadi kemarin.

Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. (3:30)

Rakaat ketiga, saya hancur. Benar-benar hancur, nafas tersengal, dan tertunduk saya malu. Sujud yang tak mau lepas, dan merasa benar-benar takut. Takut Ia berpaling dari saya, dan ditinggalkan-Nya.

Jika saya begitu perhitungan akan ibadah saya untukNya, apakah Ia berlaku sama pada saya dalam memberikan rahmatNya? Tidak!
Jika semua perintahNya tidak sempurna saya lakukan, apakah nikmatNya pada saya tidak sempurna? Nyatanya Maha Besar Allah dengan segala nikmatNya.
Apakah saat saya mendekat selangkah, Ia akan mendekat selangkah? Tidak! Ia mendekat seratus langkah.

Begitu besar cinta-Nya, dan saya merasa ini pengkhianatan seorang hamba.

Kalau tempat di sisiNya begitu lapang terasa, apakah ada tempat untuk saya disana, di dalam kelapangan itu?


Katakanlah (Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (3:31)


Comments

Zulfadlillah said…
Assalamualaikum.
iya tik, manusia ga bisa ngitung-ngitung nikmat yang Allah kasih, ga bakal kesampean, tapi yang penting adalah bagaimana cara kita supaya menjadi orang yang diridhoinya (semua apa yang kita lakukan). nah "bagaimana"-nya itu udah jelas ada di Al-Quran dan Hadits. tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki daripada tidak sama sekali. beuh udah kaya ustad jepri yah...:D
Zulfadlillah said…
ralat, diridhoi-Nya. :D
Anonymous said…
sepakat sama ustad jepri,,
hehe2..

Dan sebagai manusia,,
kita butuh untuk terus diingetin,,
makanya seminggu sekali diceramahin di shalat jumat,,
walaupun kadang ngga masuk ceramahnya,,
saling mengingatkan pun diwajibkan klo dlm kebaikan,,
karna iman kan naik turun,,

Nah tulisan atiek ini,,
menurut gw udah jadi bahan pengingat yang baik,,
untuk ngebuat kita makin deket sama Yang Kuasa,,
keren tiek,,
keep it up bos..!
None said…
bagus.. banget.. tiek..!! ;')
Anonymous said…
Trima kasih atas postingan dan status2 ym-nya yang kadang mengingatkan kita untuk tidak melupakan-Nya,atau menunda ibadah kepada-Nya..
nice post tiek..:)
atiek said…
alhamdulillah..diterima postingannya..

tetap berbagi kebaikan.. (",)V
iyaa.. bagus. tersentuh gue.

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be