Skip to main content

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna.

Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB

Sms masuk ke telepon genggam saya,
F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber
pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed.

Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB
Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ika si wartawati. Cium tangan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik.

“Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya menghanyutkan”
Ha? Ke kali Cikapundung aja apa sekarang? Mencuci baju lalu hanyut.. Khayalan liar..

Pengarah gaya itu pekerjaan yg cukup berat ternyata, apalagi fotografer, bisa lebih jumpalitan nyari angle yang pas dan cahaya yang tepat, (ehm, tapi kalo sense artistiknya lebih oke, rasanya kesulitan yang dialami saya pasti jauh lebih sedikit), tapi menyenangkan sekali.

Sesi foto hari ini penuh dengan insiden, seperti dimarahin penjaga oktagon karena papan tulisnya jadi kotor, Mirza yg malu karena hampir masuk ruang kelas buat semester pendek yang ternyata ada mahasiswanya lengkap dengan dosen, figuran-figuran yang lebih heboh dari tokoh utama, dan kepergok Pak Anas karena foto-foto di depan LSP sambil ‘gelosoran’. Apa reaksi beliau? Seperti yang sudah diprediksi, senyuman MAUT!

Jumat, 20 Juni. Pkl 9.20 WIB
Tiba di kampus, terlambat lagi, namun untunglah baru sedikit yang terlewat. Sudah ada Bang Miko, Bang Arif, Kartika, Yoga, dan Eko. Saya mencari Yasmin, dan menemukannya di depan WC dengan Andri sebagai modelnya. Saya kagum dengan model-model hari ini, terutama Andri dan Tika yang ekspresif dan niat sekali dengan propertinya.

“Andri jangan jauh-jauh, nanti jatoh!!!” Wheww.. tempat ini bahaya banget tapi bagus hasilnya, sempurna dengan kostum yang dipakai.

Ini bukan andri, tapi yoga, Riko ngapain sih??

“Tika, geseran sedikit deh, supaya kesannya ada cahaya-cahaya surga,” begitu yang dibilang Yasmin ke Tika. Saya jadi sadar, setiap sudut di ITB ini bagus untuk spot foto. Kesan surga-surga-an itu, biar foto yang bicara.

Seru saat kami menentukan apa yang bisa mewakili karakter bang Miko, mata keranjang. Ide liar pun keluar dari bang Miko, kami hanya bisa terkekeh-kekeh mengingatkan bahwa foto ini bisa sampe ke cucu dan cicit. Tapi dia santai aja tuh, “Gak papalah, terakhir ini!,” begitu katanya. Kami pun menurut saja mengikuti keinginannya.

“Itu bapaknya baru dateng, lo foto sama beliau” “Siapa yang ngejar?” “Ah, ntar gw gak ditanggepin lagi kalo ngomong” Riuh rendah dari anggota tim yang tidak menyelesaikan masalah.

“Yaudah biar gw!,” sepersekian detik kemudian Mirza sudah menghampiri bapak dosen itu, dan saat saya kembali dari himpunan, mereka sudah di lantai empat serta sudah selesai berfoto

“Oke, bang Arif lari, dari bawah, kita foto, cepet juga gak papa supaya efeknya bagus. Saya cari bendera dulu ya”
Awalnya saya ragu dengan gaya ini, karena kampus cukup ramai dan saya khawatir modelnya akan malu kalau harus berlari dengan properti seperti itu. Nyatanya, percaya diri mengalahkan segalanya.

Sabtu, 21 Juni. Pkl 9.45 WIB

Ah, hari ini bebas tugas. Tim saya tidak ada jadwal untuk hari ini. Potong mangga hasil kebun, santai dulu sambil nonton tivi di bawah. Baru setengah mangga saya kupas, telepon genggam saya berbunyi nyaring. Nobitak? Ada apa?

"Halo, lo dmane? ke kampus dong. Banyak banget nih yang difoto, gw bingung." Ha?

"Ehm, gak ada yang lain? Oke gw sarapan dulu ya" Manggaku yang setengah itu harus dihabiskan dulu, ngidamku harus dituntaskan. Blep..blep.. nyam.. habis dan berangkat. Rambut basah begini langsung ditutup jilbab, ukh lumayan.. Terbirit-birit ke kampus, karena cuaca ini terik sekali, baru jam 10 saja sudah seperti jam 12, cahaya gak bagus dan akan susah untuk foto outdoor.

Taman Batu ramai sekali, tas-tas berserakan dan banyak penghuninya. Ada lotion, dwi yang entah lagi ngapain sama pohon, ison tekun baca majalah, gerombolan yg bingung mau gaya ky gimana, sarung bali, kemeja kebesaran, riweuh pisan.. ditambah anak-anak SNMPTN (tapi itu di GSG sih).


Sesi hari ini tak disangka sampai jam 16.45 WIB, mulainya jam 9 pagi! Setidaknya itu tim nya kicew sih, kalau Banyu baterenya keabisan. Kebiasaan saya bikin "behind the scene" agak berguna karena bisa membantu Eko bikin foto karakter. Dalam hati saya kasihan, nanti foto nya kualitas amatiran. Tapi tampaknya Eko tidak peduli, dia sudah 3 hari mengikuti rombongan foto. Hari ini, kami bulatkan tekad, Eko harus di foto segera. Saya meninggalkan rombongan dan pergi ke PSTK. Seru nih pastinya.

Tulisan Sanksekerta! Apa ya artinya?


Semakin masuk ke dalam, propertinya makin menyenangkan. Wayang, sepeda, gamelan, alat-musik-gesek-yang-saya-tidak-tahu-namanya, keris, satu kotak kain, satu lemari kostum, kendang, wayang, topi untuk wayang orang, beskap, kebaya, WOAAAA.. Saya mengendalikan diri sendiri, takut merusak. Tak disangka, Bin datang, dan kesenengan liat gamelan. Terpaksa saya harus berfoto, sebelum kesempatan ini hilang begitu saja.. hihihi (maksudnya sama gamelan, bin).

Oh iya, Bin akan foto hari Selasa, datang ya satu angkatan, kita akan beradegan mengejar BIN, pria wanita dipersilahkan jadi figuran untuk idola remaja yang satu ini. Hahahahahahahaha..

Cuaca memang sangat terik, bisa membuat siapa saja jatuh kelelahan, seperti yang dialami oleh Kicew. Terlalu lama di bawah matahari membuat dia limbung dan jatuh di panggung LSS, kakinya terperosok ke dalam panggung diantara undakan tempat alat musik. Kakinya biru lebam, tidak ada yang menyadari wajahnya pucat sampai dia meminta air putih. Bibirnya putih, dan kepala berkunang-kunang, secepatnya ia diistirahatkan dan digantikan oleh saya. Jelas kualitas foto berkurang, tapi tak apalah, toh gak ada bedanya dengan mengarahkan gaya. Setidaknya itu persepsi pertama saya. Ternyata, sulit juga, sulit sekali malahan. Tetapi saya berterima kasih pada kicew yang memberi kesempatan saya megang kamera besar dan mahal itu, selama ini hanya mupeng saja.

Minggu, 22 Juni Pkl 9.10 WIB

Turun dari angkot SSC, ada wanita berjilbab dengan tas punggung merah. Saya kenal cara jalannya, wah tumben dia sendirian. Setelah berlari-lari kecil, saya panggil dia "Yasmin.. Yasmin.."

Lho kok yang nengok dua orang? Alamak ada si iron man alias manusia setrikaan juga ada. Tak berapa lama kami berjalan bersama, "Min, tadi si boteh mau ikut...." cerita saya terpotong "Aduh.. duh duh.." Ouch, kaki Yasmin keseleo karena salah jalan, salah apalah itu 'keceklik'. Sepersekian detik kemudian datang satpam, dengan tanggapnya, menawari kami ambulans.

"Kenapa? Mau dibawain Ambulans ITB?"

Whoa,, seru tuh, tapi kayaknya gak segitunya ya. Pak satpam berlebihan ah, tapi ia tidak lama mendampingi kami, tampaknya ia tak begitu khawatir melihat kami cengengesan. Hanya saja di akhir pembicaraan tawaran ambulans itu masih dilontarkan. "Nanti kalo butuh minta aja ke garasi situ, ambulans ITB ada di sana," sambil menunjuk garasi belakang perpus.

Tak berapa lama, Yasmin pun dapat berjalan kembali, dengan terseret-seret. Baru satu orang yang datang, Damar Kuntoro. Menyusul kemudian, Mala dengan 2 wayangnya, si Cepot dan wayang hadiah ulang tahunnya. Apa yang dilakukannya untuk karakter Lorenzo Lamas?

Di tengah pemotretan Mala, Jansfin datang, ada satu karakter yg membuat kami semua pusing dan diputuskan dilakukan terakhir.

Semoga orang tua memaafkan kami..

Comments

diansubrata said…
wah seru2..
tiek, kata2 pink terakhir di bawah tulisan adult shop itu maksudnya apa sih..?

mau foto2 bin dong!!!
klo gak dkasih gw bersedia bgt melakukan dosa pencurian foto2 ganteng maut itu.

hehehe..
gw reserved barisan terdepan di kerumunan pengejar bin!
atiek said…
"semoga orang tua memaafkan kami."
masuk ke adult shop dan melakukan pemotretan disana.. hahahahahhahahahaha
Anonymous said…
mantappphhh!!!

rated : bintang 10 buat anak TI2004 yang gokil
Mirza Harun said…
nice. great. awesome post! hehehe.
makasih lho promosi sekalian buat yg belum pd dateng.


yoohoo. i'll be back.
nyt said…
adult shop?? ya`ampun..pengen deh skali2 nyoba msk. isinya gmn si?? penasaran tingkat tinggi. hehe..

btw, aku ade klsny bin lo..emang dr dulu dia pujaan para wanita..haha
atiek said…
nyt : weh, sama dong kita, *baru inget liat foto lo di BT 8*, hihihi... waktu sma, idola nya diem2, kalo sekarang sudah lebih frontal.. hoho
atiek said…
nyt : isi adult shop?? biasa aja kok kalo yg disini,, mkn klo tokonya lebih gede, lebih isinya.. hihi
Anonymous said…
foto apaan siy tiek? seru banget kynya..hehe ;p
atiek said…
foto buku angkatan, li. Buat kenang-kenangan. Maklum mulai pada sidang untuk juli ini, jadi kejar2an waktu. Hehe.. biasalah kalo di ITB begini keadaannya, tak terpisahkan, sok seru sendiri. hihi
uuuuyyyy... ada guaaaahhh..hahhhahaha..
Baru baca lagi postingan ini! Sumpah gue lupa udah pernah baca sebelumnya sampe nemu komen gue sendiri disini. Mwahahaha. Haduh, itu kita niat-niat banget ya bikin foto. :))
atiek said…
lebih niat dari bikin TA miiinn!! :D

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya