Skip to main content

kebodohan anak SD

Kebodohan-kebodohan sekolah dasar.
Entah kenapa saya memikirkan ini, mungkin rindu dengan kebodohan tanpa sadar yang sering dilakukan anak-anak SD yang sok tahu dan pecicilan. Ada beberapa yang paling saya ingat dan rasanya selalu timbul pertanyaan, kok bisa ya gue gitu? hehe

Suatu hari di kelas sedang membahas masalah kesehatan, saya semangat sekali mengikutinya lalu bermaksud berdiskusi mengenai informasi yang baru saya baca di majalah.
saya : eh tau gak supaya sehat tuh tiap hari harus minum 8 galon sehari lho *dengan nada sok tahu*
teman saya (si arlo, entah inget atau gak) : 8 gelas kali ya, tiek..
saya : ENGGAK, 8 galon kok! *saya tetap tidak sadar 1 galon itu sebesar apa dan nadanya tetap sok tahu*
si arlo : oo.. *terdiam dan mengalihkan perhatian pada hal lain yang lebih menarik
baru sekarang saya inget 1 galon = 19 liter, huaa mabuk air putih!

Waktu kelas 3 pernah ada lomba nyanyi antar kelas dan setiap kelas dipilih 2 wakilnya. Satu wakilnya tentu saja teman saya yang sering menyanyi di kelas dan gaul *saya cupu*, dan entah kesambet apa saya ditunjuk untuk ikut. Jangan salah, waktu sd suara saya cukup lah. Jadilah saya giliran terakhir-terakhir, deg-deg-plas, baru pertama nyanyi di depan orang dan dinilai lagi. Teman saya sih super pede, sementara saya diejek-ejek terus sama teman saya yang lain, si sinta sekarang mahasiswi EL ITB. Saya mojok terus di belakang, berharap ada kejadian yang menghentikan perlombaan ini. Sayangnya saya tetap maju untuk menyanyi. Di atas panggung saya menyanyi, tapi badan saya terus-terusan ingin turun dari panggung. Entah kenapa di pikiran saya, saya ingin sekali melihat pertandingan bola di lapangan, sementara lombanya di lantai 3 tambah lagi di atas panggung. Saya terus melirik-lirik ke arah lapangan sambil menyanyi. Persis acara Supermama deh, gak jelas. Entah bagaimana penampilan saya waktu itu, untung saja jaman itu tidak ada komentator yah. Tapi hasilnya saya juara tiga juga tuuuhhh. Ehem ehem.

Teman kelasku ulang tahun di pizza hut kelapa gading waktu itu. Sebenarnya saya malaas sekali ke acara ulang tahun. Buat saya, meskipun masih kecil, saya tidak suka pesta-pesta itu. Tapi ibu saya memaksa untuk saya datang. Jadilah semuanya disiapkan, kado termasuk kartunya. Dilalahnya kartu ulang tahunnya berbentuk love-love. Hm, ibuku tidak berpikir panjang atas nasib anaknya. Saya dituduh "suka" dengan si birthday boy. HIyaaa... kartu ulang tahun 2500-an pembawa petaka.

Setiap istirahat siang di kelas, habis makan biasanya saya main-main. Entah kesambet rockstar darimana, saya maju ke depan kelas dan joget-joget nyanyi-nyanyi gak jelas. Biasanya teman saya menyebut "atiek gila,,atiek gila" hahaha.. tapi saya enjoy aja tuh.

Perjusa di sekolah, banyak makanan dan ibu-ibu. Entah kenapa makanan terus dipasok, "mama-mama ini hanya semalam" makanannya saja sudah mengelilingi ruangan kelas di atas maupun bawah kursi. Saat jurit malam, saya jadi ketua kelompok. Saya sangat penakut, tapi teman-teman saya lebih sangat penakut. Tapi kami bertekad untuk memegang prinsip jika orang takut bersatu, kami akan berani. Yahtapi prinsip itu kebablasan. Guru-guruyang berpura-pura untuk menakut-nakuti, kami serang. Suatu kali pak Saptoni muncul dari semak-semak, reflek saya pegang erat tongkat dan saya pukulkan ke bapak tanpa tanda jasa itu. Beliau pun berteriak "ampun..ampun". Ups maaf pak.

oh iya, saya biasa sekali membuat garis pembatas meja dengan teman sebangku saya (shidqi). Heboh deh duduk aja. pembatasnya bisa penggaris, tempat pensil, sampe garis buatan dari pensil.
Kalau naik jemputan pasti balapan dengan kereta api, kepala sampe keluar-keluar mobil, loncat-loncat, teriak-teriak, sambil godain bapak-bapak naik notor "pak..pak..pak rodanya tuh..!!! muter.." *kebetulan jalur mobil paralel dengan jalur kereta di rute pulang saya*.

how about you? How's your childhood story?

Comments

Zulfadlillah said…
iya..memang masa2 SD juga ga kalah indahnya dengan masa2 SMA atau masa tua (baca : kuliah),..sampe2 ketemu si "dia" yang juga temen SD,..so swiiiiiiiiiiit,..:D
Waaa... masa kecil yang indah. Masih SD sudah berasa gede & dewasa :p
None said…
BUAHAUHAUAHUAHUAHA....
lucu tiiiek..
iya ya..,kalo diinget2, masa SD tu gak ada beban banget ya?? mo sampe mukulin guru juga, kyanya gak dosa tuh, huahuahuaha...

*contoh ekstrem
bagus tieek..;)
diansubrata said…
hahhaah..lucu bgt tiek..

jd pengen nulis ttg masa2 SD, sayangnya gw agak2 amnesia soal kenangan2 dulu..hehhe

yg gw tangkep ya tiek :
lo tuh dr kecil ampe skrg sama aja.
konyol..!!!

*dulu gw selalu sebel bgt ama org2 yg suka komentarin "mbak2 rodanya muter" klo gw lg maen sepeda.
norak bgt sih..
eh gak taunya lo one of them
hahaha...
atiek said…
zul : si "dia" means siapa? lo juga ada temen sd disini? seruu

yessi : wah SD gw dewasanya kecepetan. yang udah pacaran juga banyak.. haha i'm not one of them..

nadya : ternyata pas di buku angkatan gw, ada karikatur pak saptoni itu dipukulin. hipotesis gw, kayaknya banyak deh yang mukulin dia.. hahhaha

dian :yah, bukan gak mau berubah.. lo tau sendiri susah bener, temen2 gw juga gak ada yang normal.. hahaha

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya