Pernikahan 26-27 Januari
di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan.
hari pertama 26 Januari
pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari berikutnya?
hari kedua 27 januari
pagi hari, disaat burung masih berkicau di jakarta, bau masakan menusuk hidung, menyusup ke celah celah rumah, bubur ayam di mangkok belum habis disantap, tukang jamu pun belum lewat depan rumah. Saya ke teras untuk mengambil handuk untuk mandi pagi, sayup-sayup terdengar teriakan, saya bilang mungkin tukang bangunan, saat mimi bertanya siapa yang berteriak. Lama kelamaan -saya belum bergerak dari jemuran handuk- suara semakin keras dan jelas. Kami pun ragu, karena yang terdengar adalah jeritan perempuan dan tangisan anak-anak. Seorang tetangga yang sedang masak di rumah, berinisiatif keluar pagar, dan disanalah anak-anak sedang menangis di teras rumahnya, dan pintu rumah petaknya terbuka. Anak tetangga yang lain terpongo-pongo melihat temannya. Tak berapa lama,suara jeritan semakin jelas dan terdengar jelas kata "CERAI!!" dan disusul kata-kata *****haggalfghagdf lainnya. Ternyata bukan tukang bangunan, namun seorang ibu muda dengan bayi di gendongannya sambil menangis sejadi-jadinya.
Kemudian, ia berlari ke rumah saya, jarak antara pagar rumah saya dan rumahnya hanya sekitar 1,5 meter, khas pemukiman padat. oh, gawat -saya masih ada di teras- dia merangsek masuk ke teras dan menangis disana, meminta perllindungan dari ibu-ibu rumah tangga yang sedang menunda acara masaknya. Mimi saya langsung keluar dari dapur dan menghampirinya, dan gerak reflek pertama saya adalah mengambil gelas pengajian 4 buah dan langsung diisi air putih. Saya percaya segelas air putih mampu menenangkan dalam segala situasi. anak-anak pun berhenti menangis, namun ibunya masih menangis kencang sekali, lalu mulai tenang setelah menceritakan kejadiannya dan tentu saja minum air putih dari saya *hehe*. Setelah keadaan tenang, meskipun sang ibu muda masih terisak, si bayi mulai tertawa dan bicara bahasa bayi. Kurasa itulah yang paling menenangkan keluarrga kecil itu. Bayi itu.. ah.. dia seolah bicara "mama..mama tenang ya.." dia benar-benar mencoba bicara dengan ibu dan kakaknya, lalu tersenyum semanis-manisnya. Ah si bayi, dia terlalu suci untuk terlibat dalam konflik keluarga ini.
Mimi saya pergi ke rumah mereka, menghampiri si suami, mungkin ia ingin melihat keadaannya. Beberapa lama dari rumah tersebut, mimi kembali ke rumah saya dan menemui sang ibu kemudian langsung memberikan nasihat-nasihat, kira kira seperti ini bunyinya
" jangan gampang bilang cerai, inget anak, bagaimanapun itu suami kamu, jangan menyumpah-nyumpah seperti itu. mungkin suami lagi pusing, terpengaruh setan-setan dari jalanan, kalau suami kaya gitu kamu harus tenang, sabar, jangan dibalas, nanti tambah marah. udah tenang-tenang disini dulu, nanti kalau reda baru pulang ke rumah. Kalau kamu mau pulang ke rumah orang tua, pulang saja sama anak-anak. jangan di rumahmu dulu. tapi jangan sekarang, nanti kenapa-kenapa, keadaannya belum stabil, nanti bahaya buat kamu sama anak-anak. lihat tuh anak-anak kamu." lalu mimi melirik ke si bayi, dia masih tersenyum dan bicara tanpa dosa.
Ibu muda itu mengaku sering di pukul oleh suaminya, salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). tapi aku tak tahu benar atau tidak. namun menurut tetanggaku, terkadang ia memang melihat lebam di wajah ibu muda itu. sisi gelap sebuah pernikahan. intisari dari seluruh ceritanya yang tidak berurutan adalah pekerjaan tak tetap yang parahnya diikuti dengan judi. itulah potret orang kecil di sudut timur jakarta. beranak 3, dengan anak-anak yang berambut merah tipis, tanda kurang gizi. Saya beri saja mereka coklat Toblerone, saya ingin mereka merasa bahagia di tengah kemelut ini. dan saya rasa mereka memang mencoba melupakan dengan memakan coklat dengan lahap, memanjat-manjat, dan melihat ikan-ikan di kolam. dunia anak-anak seharusnya memang penuh pelangi kebahagiaan dan sepotong coklat tentunya.
Setelah keadaan cukup tenang, ibu dan anak tersebut pulang ke rumahnya, dan saya tak tahu lagi apa yang terjadi. Pelajaran berharga tentang arti sebuah pernikahan.
-------------------------------------------------------------------------------
I LOVE MY MOM, SO MUCH. ternyata itu salah satu resep 30 tahun pernikahannya. Sejak 5 oktober 2007, saya terus berpikir bagaimana caranya hidup bersama selama 30 tahun dan kuharap lebih terus lebih, till GOD do they a part. menghargai menghormati. meskipun mimi saya terkadang cuek-cuek lucu sama bapak saya, berlaku seperti sahabat, namun hormat terhadap suami dan menghargai istri itu sangat dijunjung, ah so sweet.
di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan.
hari pertama 26 Januari
pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari berikutnya?
hari kedua 27 januari
pagi hari, disaat burung masih berkicau di jakarta, bau masakan menusuk hidung, menyusup ke celah celah rumah, bubur ayam di mangkok belum habis disantap, tukang jamu pun belum lewat depan rumah. Saya ke teras untuk mengambil handuk untuk mandi pagi, sayup-sayup terdengar teriakan, saya bilang mungkin tukang bangunan, saat mimi bertanya siapa yang berteriak. Lama kelamaan -saya belum bergerak dari jemuran handuk- suara semakin keras dan jelas. Kami pun ragu, karena yang terdengar adalah jeritan perempuan dan tangisan anak-anak. Seorang tetangga yang sedang masak di rumah, berinisiatif keluar pagar, dan disanalah anak-anak sedang menangis di teras rumahnya, dan pintu rumah petaknya terbuka. Anak tetangga yang lain terpongo-pongo melihat temannya. Tak berapa lama,suara jeritan semakin jelas dan terdengar jelas kata "CERAI!!" dan disusul kata-kata *****haggalfghagdf lainnya. Ternyata bukan tukang bangunan, namun seorang ibu muda dengan bayi di gendongannya sambil menangis sejadi-jadinya.
Kemudian, ia berlari ke rumah saya, jarak antara pagar rumah saya dan rumahnya hanya sekitar 1,5 meter, khas pemukiman padat. oh, gawat -saya masih ada di teras- dia merangsek masuk ke teras dan menangis disana, meminta perllindungan dari ibu-ibu rumah tangga yang sedang menunda acara masaknya. Mimi saya langsung keluar dari dapur dan menghampirinya, dan gerak reflek pertama saya adalah mengambil gelas pengajian 4 buah dan langsung diisi air putih. Saya percaya segelas air putih mampu menenangkan dalam segala situasi. anak-anak pun berhenti menangis, namun ibunya masih menangis kencang sekali, lalu mulai tenang setelah menceritakan kejadiannya dan tentu saja minum air putih dari saya *hehe*. Setelah keadaan tenang, meskipun sang ibu muda masih terisak, si bayi mulai tertawa dan bicara bahasa bayi. Kurasa itulah yang paling menenangkan keluarrga kecil itu. Bayi itu.. ah.. dia seolah bicara "mama..mama tenang ya.." dia benar-benar mencoba bicara dengan ibu dan kakaknya, lalu tersenyum semanis-manisnya. Ah si bayi, dia terlalu suci untuk terlibat dalam konflik keluarga ini.
Mimi saya pergi ke rumah mereka, menghampiri si suami, mungkin ia ingin melihat keadaannya. Beberapa lama dari rumah tersebut, mimi kembali ke rumah saya dan menemui sang ibu kemudian langsung memberikan nasihat-nasihat, kira kira seperti ini bunyinya
" jangan gampang bilang cerai, inget anak, bagaimanapun itu suami kamu, jangan menyumpah-nyumpah seperti itu. mungkin suami lagi pusing, terpengaruh setan-setan dari jalanan, kalau suami kaya gitu kamu harus tenang, sabar, jangan dibalas, nanti tambah marah. udah tenang-tenang disini dulu, nanti kalau reda baru pulang ke rumah. Kalau kamu mau pulang ke rumah orang tua, pulang saja sama anak-anak. jangan di rumahmu dulu. tapi jangan sekarang, nanti kenapa-kenapa, keadaannya belum stabil, nanti bahaya buat kamu sama anak-anak. lihat tuh anak-anak kamu." lalu mimi melirik ke si bayi, dia masih tersenyum dan bicara tanpa dosa.
Ibu muda itu mengaku sering di pukul oleh suaminya, salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). tapi aku tak tahu benar atau tidak. namun menurut tetanggaku, terkadang ia memang melihat lebam di wajah ibu muda itu. sisi gelap sebuah pernikahan. intisari dari seluruh ceritanya yang tidak berurutan adalah pekerjaan tak tetap yang parahnya diikuti dengan judi. itulah potret orang kecil di sudut timur jakarta. beranak 3, dengan anak-anak yang berambut merah tipis, tanda kurang gizi. Saya beri saja mereka coklat Toblerone, saya ingin mereka merasa bahagia di tengah kemelut ini. dan saya rasa mereka memang mencoba melupakan dengan memakan coklat dengan lahap, memanjat-manjat, dan melihat ikan-ikan di kolam. dunia anak-anak seharusnya memang penuh pelangi kebahagiaan dan sepotong coklat tentunya.
Setelah keadaan cukup tenang, ibu dan anak tersebut pulang ke rumahnya, dan saya tak tahu lagi apa yang terjadi. Pelajaran berharga tentang arti sebuah pernikahan.
-------------------------------------------------------------------------------
I LOVE MY MOM, SO MUCH. ternyata itu salah satu resep 30 tahun pernikahannya. Sejak 5 oktober 2007, saya terus berpikir bagaimana caranya hidup bersama selama 30 tahun dan kuharap lebih terus lebih, till GOD do they a part. menghargai menghormati. meskipun mimi saya terkadang cuek-cuek lucu sama bapak saya, berlaku seperti sahabat, namun hormat terhadap suami dan menghargai istri itu sangat dijunjung, ah so sweet.
Comments
*hehe
sedih bacanya..
dunia bakal indah bgt klo semua kluarga bisa seharmonis mimi dan bapak lo, dan tentunya tangan-tangan yg siap membantu sperti yg lo dan mimi lo lakuin..
i really mean it..
lia : uhuhu iya memang
batari : wah anda dulu lah yang sudah jelas calonnya .. hihihi kami menunggumu ni
sama Tiek. Gue juga wondering how. Belakangan ini, entah kenapa banyak bokap nyokap temen gue yang cerai, dan itu bikin gue ngeh kalo ternyata ngjalanin pernikahan itu ga segampang itu.
Bikin gue bersyukur banget bokap nyokap gue fine2 aja biarpun gue tau perjalanannya ga selalu mulus.
Geer2nya gue siih, salah satu faktor mereka bisa bertahan ya karena gue dan adek2 gue. hehe.
gw juga paling ngeri2 gimanaaaa gitu kalo udah ngomongin N.I.K.A.H.
hahaha...:ppp
duh atikutik.. PTI bikin repot..
sekedar bersapa..
[visit khamelovsky.wordpress.com]
perkawinan tu, klo skrg gue pikir, cuma serentetan ritual yang bahkan gue uda ga dapet esensinya lagi,
mungkin "menikah" yg sebenernya cuma perlu hati aja, ga item diatas putih pake cap2 KUA, seserahan, pelaminan yang mewah??