Skip to main content

untitled

pergi ke luar negeri untuk belajar, suatu hal yang luar biasa menurut gw.
tapi menjadi rendahan saat memutuskan untuk tidak berkarya di negaranya.
negara kita ini mungkin bagi sebagian orang memang tidak menarik. Mari kita lihat dari berbagai sisi nya.
menghargai karya cipta orang lain, tidak.
menghargai guru, pahlawan, kejujuran, kesetiaan, pengabdian.. dianggap sampah
keamanan dari hukum maupun alam, hampir tidak ada.
setiap hari cukup menegangkan menjalankan hidup di sini.
investasi, nol! tak mampu buat pekerjaan buat rakyatnya sendiri
pemerintah gak becus? belum tentu juga.
negara ini kepulauan, suku banyak, tentu budaya jadi sangat berbeda.
keragaman disini lebih besar dari negara lain, jauh lebih besar.
dibandingkan dengan amerika?
juga tidak bisa, keragaman di amerika adalah karena imigran.
Mereka bisa saja membuat peraturan yang kurang berpihak pada imigran, karena posisi imigran lebih lemah dari pemerintah.
Sedangkan keragaman disini adalah asli dan rakyat yang berbeda ini adalah pihak yang harus melayani dan dilayani
Cari di belahan dunia manapun keragaman asli sebanyak disini. Gak akan ada!

Apa yang kurang dari Indonesia adalah nasionalisme?
okelah jika kita para teknokrat ini asing dengan konsep nasionalisme
tampak abstrak bagi otak eksakta ini, tidak ada modelnya

Nasionalisme buat saya tidak terlalu mempengaruhi saya mencintai negara ini.
Konsep itu hanyalah efek dari cinta
Mengapa saya cinta? tentu karena saya lahir disini, dan saya asli negara ini.Basi, huh?
Kenapa? saya hidup di lingkungan yang dekat, dimana bertetangga sudah lebih dari 20 tahun.
Kenapa? saya tidak melihat perubahan yang berarti pada kualitas hidup setiap orang-orang terdekat saya.
setiap semester baru adalah saat yang mendebarkan buat saya
karena pada saat itulah saya akan mendengar setidaknya seorang anak putus sekolah.
sepupu-sepupu yang tidak bisa melanjutkan kuliah
masuk sekolah yang dipatok harga selangit
tetangga-tetangga yang harus utang pinjam supaya anaknya bisa sekolah
saya pikir ini benar-benar lelucon!
Dari sanalah jatuh cinta, aneh memang. Kebobrokan yang membuat cinta.Itu sisi nyata yang ada.
Tetapi saya terlanjur jatuh cinta pada kesederhanaan rakyat di sekitar saya.
benci setiap ada gedung perbelanjaan baru, sebab disana pasti ada tanah atau tembok - tembok rakyat yang baru diambil alih.
Demi kepentingan orang muter muter dengan kedok window shopping dan hang out.
Siapa yang ada disana hanya pemodal besar
Pasar-pasar tradisonal dibakar, diganti dengan plaza plaza bernama seragam Town Square
Budaya baru yang membuat orang kehilangan jati dirinya
Berapa keluarga yang bisa tidur dan meningkatkan kualitas hidupnya disana?
Berapa rumah yang bisa dibangun tanpa harus hidup di kolong-kolong langit dan jembatan?

Negara ini ampas! Nasionalisme hampir tidak mungkin dibangun pada setiap generasi muda seperti saya ini.
Tapi coba hadapkan kami dengan realita kesederhanaan masyarakat kita
Sesulit apapun, rakyat masih bisa bilang "untung saja..."
Sebahaya apapun alam ini, rakyat masih bisa tersenyum.
Makan gak makan asal kumpul mungkin menjadi budaya nasional kita, meski tidak terlalu bagus untuk maju, tapi senjata ampuh saat musibah datang.
Nasionalisme memang luas
biarkan generasi kreatif ini mencari maknanya sendiri-sendiri.
tapi jangan lupakan untuk mendidik kami, dari televisi, dari hiburan kami setiap hari.
Dari teladan pemimpin kami, yang mendahulukan Kewajiban daripada HAK

Comments

Anonymous said…
waduh.bukan nyindir gw kan?hehe insya Allah kalo gw punya cita2 untuk membuat Indonesia dibanggakan oleh BANGSANYA. jadi,sekarang ngejajah mantan penjajah dulu. hehe
ckckck... zeus atiek (wannabe), bahasannya berat juga. haha.

Kalo gue tik, sebenernya gue juga ga tau persis nasionalisme itu apa. Perang buat negara? Atau jadi pejabat? Atau jadi mahasiswa super jenius?

Tapi kalo bokap gue bilang sih bukan nasionalisme yang terpenting tapi yang penting harus bermanfaat buat orang banyak. Titik.
atiek said…
f.a.p : gak nyindir, cuma jadi kepikiran. geer lo! hehehe

yasmin : hampir gw nulis lo yamin.. mie yamin. enak. hehehe sepakat abis sama lo

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be