Skip to main content

oh temanku...

hidup memang kejam..
makanya ada stasiun tv menayangkan 'kejamnya dunia'
karena memang begitulah cara dunia berputar.
meski tergantung darimana melihatnya..

beginilah hidup di institut terkenal di bandung.. berat..
nah.. lagi seneng2nya masuk itb, di sambut spanduk gede
'selamat datang putra-putri terbaik bangsa'
pfiuhhhh.. langsung terbayang mahasiswa seperti apa yang akan saya hadapi.. (sedikit hiperbola)
dan semakin lama.. terlihat sudah sifat-sifat dan budayanya
sejak semester 3.. entah siapa yang memulai, angkatan ini mulai mencari identitasnya..
dimulai dari parsial, teman sepermainan
meluas menjadi, kelas yang urusannya dipanggil dengan sebutan nim awal-nim tengah-nim akhir
sesuai namanya pula terlihat karakteristiknya :
nim awal : otomatis berisi orang-orang yang datang lebih cepat dari jadwal sebenarnya.. sikut sana sikut sini buat berebut antrian..well prepared..
nim tengah : datang tepat sebelum giliran mendaftar.. tepat sasaran, tidak lebih tidak kurang.. well repared.. rajin tapi gak neko-neko..
nim akhir : jelas dari namanya tergambar sifatnya,, daftar di saat terakhir, saling tunggu menunggu.. maunya barengan melulu.. prinsip nya yang paling terkenal :
'you will never late alone'
biasanya ..
bagai hidup dengan pasangan..
interaksi kami diwarnai bumbu-bumbu..
dan kedua pihak yang paling sering bersitegang adalah nim awal dan nim akhir (bagai kucing dengan tikus)
tapi hari ini lain......
tidak hanya nim akhir yang keki sama nim awal.. ternyata di balik sikap netralnya, nim tengah pun gerah..
klimaks yang sangat panas tentang perebutan komponen tugas kuliah..
lucunya bahkan hanya kelas mereka yang tahu ada tugas..
dan beredarlah lembar kendali dalam komunitas nim awal.. yang lain gundah.. resah.. diliputi amarah..
karena tugasnya pribadi.. semua panik..
dan terpampanglah daftar komponen yang akan digunakan untuk tugas tersebut dari nim awal
geger himpunan.. geger gedung TI
perpecahan gak penting pun sedikit mengintai..
ingat teman.
hanya 2 semester yang bisa dilewati bersama-sama..
sedihnya..

Comments

Mona said…
Hmmm..denger juga tuh ceritanya kalian rame di milis ngebahas kembar kendali..
Semangat yak...
Jangan sampe selembar dua lembar kendali menghancurkan ikatan 150 orang...

Btw, ngepost-nya ngeborong y tiek? Gw komennya jg jadi borongan deh..
Hehehe..
iya, borongan mon.
*ikutan komen borongan*

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be