Skip to main content

an open question























What does it take to make an employee feel worthy in their position?

Or that is actually not the right question.

Years ago, my former senior was always asking "what do you like to do here? use this office to grow"

everytime he asked this my mind started wandering, although it was nice to hear, but to be very honest I did not see its practicality. then I asked "if I want to do what I like, then who will take my tasks now?"

He only answered with uncertainty.

Then my premise was right. It is nice to do what I like, but one should always prioritise doing what is necessary.

Once he tried to tackle my task, dealing with spreadsheets, hundred sites to be monitored. Data and monitoring numbers were not familiar in my field, the relationship business. I once designed and working on a database with my software developer consultant, based on what I had learned in my campus. Then I took a 2-weeks leave, it was rebuilt to spreadsheet format. My boss did not like my idea and the on-going project, he changed it without my concerns. The database is neglected until now.

 Then I received many skeptical responses when trying to connect government and their people directly through a communication platform. It has been 3-years, and it still couldn't find a proper home before I leave. Everytime I think about quitting, this "baby" hold me. I should find her home...
Now I am unsure about the decision. I really want to get people participation in the government, then my boss of my boss said "you operate like an NGO"

I hold tight, "I want to do good to society,  I want to fulfill it through this project"

So I stand solid, 4.5 years, to learn, to do, to act, to improve.

I always try to be consistently hopeful, because that is the only thing that I can hold on to

This morning, a villager called, he asked how to address his village's need about electricity.

I felt unsure, each move in this bureaucratic environment will be interpreted differently. So I should watch closely what I should do and what I should not.

I gave him a very diplomatic and procedural answers. I asked his apology and asked him to call me on Monday, workday. I closed the conversation, and think...."am I becoming one of them*"

*them : those who always give a diplomatic answer and falsehope to communities.

Almost 5-years, and I started to question, am I close to be a person whom I want to be? Is this a better version of me?

Does this job take me closer to my purpose? or else, directed me away from it?

I need a plan, a good plan.

Comments

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan