Skip to main content

Tentang pilihan

Dari sekian banyak keterampilan hidup yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk bisa menjalani hidup, salah satu yang terberat adalah kecerdasan dalam memilih. Manusia selalu dihadapkan oleh pilihan di setiap waktunya. Pilihan dan keputusan yang beragam tingkat kompleksitas dan kesulitannya silih berganti harus dihadapi tanpa kecuali. 

Koragaman kompleksitas pilihan yang dihadapi maniusia tidak hanya dipengaruhi oleh aspek kondisi keuangan, namun ada aspek pandangan hidup, lokasi, dan kesempatan yang dimiliki. Aspek ini terikat erat pada lingkungan dan waktu dimana keputusan itu harus dibuat. 

Keahlian membuat keputusan menjadi sangat krusial di era sekarang ini, dimana begitu banyaknya informasi yang kita dapatkan baik secara online maupun offline. Ketika internet belum merajalela, pilihan dan akses terhadap informasi terkait hanya terbatas pada lokasi dan kemampuan seseorang dalam mencari informasi yang ia butuhkan. Namun, ketika internet masuk dan menjadi bagian keseharian kita, informasi mengenai pilihan-pilihan yang harus kita ambil menjadi masif dan begitu mudah dicari. 

Seorang psychologist, Barry Schwartz, pernah membahas soal fenomena ini dalam sebuah presentasi di Amerika mengenai Paradoks dalam Pilihan di tahun 2005. Ia menjelaskan bahwa saat ini, terdapat dogma dalam kalangan industrialis barat bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka ia harus diberikan lebih banyak kebebasan individual. Cara untuk mencapai lebih banyak kebebasan individual adalah dengan memaksimalkan pilihan oleh tiap individu. Cara berpikir seperti ini diadopsi oleh berbagai lini kehidupan, bahkan pada beberapa sektor membuat tanggung jawab memilih bergeser dari orang yang seharusnya memiliki lebih banyak kemampuan untuk mengambil keputusan ke orang yang memiliki lebih sedikit kemampuan. "Tidak ada orang yang berhak untuk mengambil keputusan atas nama kita."

Arus informasi ini membuat kita harus mengambil keputusan jauh lebih banyak daripada periode sebelumnya. Keputusan-keputusan ini menghantui kita setiap waktu secara terus menerus. Barry bahkan mengurangi beban tugas kepada mahasiswanya sebanyak 20% karena ia tahu bahwa muridnya perlu membuat begitu banyak keputusan yang sebelumnya tidak perlu dilakukan. 

Pada akhir presentasinya Barry menunjukkan sebuah ilustrasi mengenai seekor ikan dalam akuarium. Reaksi pertama kita saat melihat ilustrasi tersebut adalah kita merasa kasihan bahwa ikan tersebut terkurung dan begitu sedikit kemungkinan yang bisa dialami oleh si ikan. Namun, ketika dilihat lebih dalam lagi, mungkin ikan ini memiliki sesuatu yang tidak kita pahami. Bahwa ketika akuarium ini dipecahkan dan segala kemungkinan menjadi tersedia, kita sedang mengurangi kepuasan. Kita meningkatkan paralysis dan mengurangi kepuasan. 

Setiap orang membutuhkan "akuarium". Mungkin contoh akuarium terlalu terbatas untuk ikan, apalagi untuk kita. Namun pada intinya, ketiadaan "akuarium" pada diri kita merupakan resep untuk penderitaan. Kemungkinan yang tidak berbatas dalam hidup membuat pilihan begitu banyak, namun pada akhirnya membuat kita sulit untuk memilih dan dalam kondisi ekstrim, kita tidak berbuat apa-apa sama sekali. Kupikir, sepertinya bukan hal yang kita inginkan

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

memandang ibu dan balita dari sudut pandang yang lain

Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu. Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayang...