Skip to main content

Pesannya untuk kami

Lepas Shubuh pengeras suara masjid dibunyikan
setengah jam setelah shalat berakhir
Aku tahu ini pasti pengumuman itu,
"Telah berpulang ke rahmatullah Bapak fulan bin fulan...."

Aku masih di sajadah sambil menyimak
Telepon genggamku bergetar, sebuah pesan masuk,
"Telah berpulang ke rahmatullah, ayah kami..."
Aku terhenyak, lama menatap layar

Pelajaran apa ini, Allah?

Malam sebelumnya, keluarga berkumpul
Tepat 7 hari sebelumnya nenek kami berpulang di waktu subuh
Di waktu yang sama saat aku duduk Jumat pagi ini, menyimak berita duka yang datang silih berganti

Nenek berpulang ketika aku sedang di tempat dengan perbedaan waktu 2 jam lebih awal
Aku sedang bersiap di lobby hotel, 2 jam lagi pesawatku terbang membawaku pulang
When the news came, I stopped, was this real? And I did not cry
Teteh bilang, "kamu bisa dipercepat pulangnya?"
Tidak, hanya ada satu penerbangan ke Jakarta. Aku tiba sore

Aku tidak bisa melihat beliau
Semua sudah rapi ketika aku tiba di rumah
I felt nothing, as if she's still here

............................................

"Allah.. Allah..", Emak merintih, sepupuku yang tidur bersamanya terhentak saat beliau sedang menjemput maut.

"Wajah emak seperti tersenyum, teh..", keponakanku yang manis bercerita ketika aku tanya tentang saat terakhir beliau

Hanya itu kenangan terakhirku, cerita dari mulut ke mulut


كَذَٰلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنۢبَآءِ مَا قَدْ سَبَقَ ۚ وَقَدْ ءَاتَيْنَٰكَ مِن لَّدُنَّا ذِكْرًا Thus, [O Muhammad], We relate to you from the news of what has preceded. And We have certainly given you from Us the Qur'an.Qur'an: Taa-Haa (20:99) 

مَّنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُۥ يَحْمِلُ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وِزْرًا Whoever turns away from it - then indeed, he will bear on the Day of Resurrection a burden,Qur'an: Taa-Haa (20:100)

"Ka, catat Emak udah khatam ke berapa disini (sambil menunjuk mushaf Al Quran-nya). Nanti biar pada bisa terusin ya sampai khatam.. supaya anak cucu Emak pada doyan baca Al Quran"

2 ayat Al Quran di atas adalah ayat-ayat terakhir yang dibaca Emak
Bacaan beliau berhenti di ayat 130-an
Dan kami diminta melanjutkannya hingga khatam

Aku tersentak ketika sepupuku, Irsan, meminta saya untuk membaca arti ayat-ayat yang harus kami lanjutkan, sejak Thaa-ha hingga awal Al Anbiya
Dan rangkaian puzzle pun tersusun tiba-tiba

Ayat-ayat inilah warisan paling berharga kami, tentang kecintaan terhadap Al Quran
________________________________________________________________________________

This Dzuhijjah, we hear so many losses. In Mina, Aviastar Masamba, my grandmother, my neighbors, yellow flags in random streets, as if God is calling so many lives this month

The month of Hajj.

To all the beautiful souls, khusnul khotimah, InsyaAllah. 

**Part of this writing was written on her bed. Reminiscing the old days when she always held my hand tightly, wishing me but the best in dunya and akhirah.

Comments

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan