Skip to main content

Syawal 1434 H - Berlin

Kota pertama - Berlin

Kota ini teratur sekali, masyarakat maupun sistem yang ada di kota ini. Saya tidak memungkiri bahwa banyak sudut kota yang bau pesing, bau alcohol, atau orang-orang mabuk dan tunawisma. Namun memang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, saya merasa sangat mudah. Pengelolaan sampahnya pun rapi. Hal yang paling saya sukai adalah ketika pembelian air mineral disertai system deposit untuk botolnya. Ketika kita membeli air mineral akan tertera 2 harga 0.99 EUR untuk airnya, 0.25 EUR untuk botolnya. Jika kita mengembalikan botolnya, maka uang sebesar 0.25 EUR akan dikembalikan. Hal ini dimanfaatkan pemulung untuk mengumpulkan botol demi mendapatkan manfaat tersebut. Sisi lainnya: kompetitif sekali! Terkadang saya perlu berkali-kali bilang pada para pengumpul bahwa saya belum selesai minum :D

Istimewanya para pelajar dan orang tua yang sudah pensiun
Di setiap biaya yang ada di Berlin, selalu ada diskon untuk kedua golongan tersebut. Tidak heran banyak sekali anak-anak dan orang tua yang rekreasi di kota ini. Diskonnya tidak main-main, bisa 50-100%. Terlebih jika kita ingin masuk ke museum, pelajar di bawah 18 tahun dan para pensiunan hanya membayar 0 EUR. Lucunya ketika saya sudah membeli tiket ke Pergamon Museum, dengan membayar, saya diberikan tiket yang bertuliskan 0 EUR. Saya tidak menyadarinya dan penjaga museum membiarkan saya masuk (yang artinya dia percaya saya lebih muda dari 18 tahun) :D

Sistem transportasi

Mudah saja bagi saya kesana kemari dengan tiket harian (tageskarte) 8 EUR. Mondar-mandir, bolak balik semaunya hingga 24 jam ke depan. Tentu setiap tiket harus ditag sebelum digunakan, jika tidak kita bisa menggunakannya lagi besok. Cobaan banget buat jujur! :D Keretanya sendiri cukup jadul dibanding MRT di Thailand misalnya.




Tembok Berlin
Kurang sah berkunjung ke Berlin tanpa melihat Tembok legendaris dari tahun 1989. Tembok yang memisahkan Jerman Barat dan Timur karena ideologi. Sepanjang tembok di area Molenstrasse itu penuh grafiti dengan pesan-pesan yang sangat penting seperti Toleransi dan ada satu favorit saya:


Pergamon Museum
Saya hanya berkunjung ke 2 Museum, Pergamon di Museuminsel dan Jewish Museum. Museum pertama karena ada Museum of Islamic Art, Museum kedua karena arsitekturnya terkenal. Di kedua museum ini saya merasa iri pada orang Eropa. Museum dibuat begitu menarik sampai saya berat untuk keluar.
PS: kalau ke museum di wilayah Museuminsel jangan abaikan audioguide, biaya penyewaannya sudah termasuk di tiket masuk. Sedangkan di Jewish Museum kita perlu menyewa dengan harga tambahan.
Museum for Islamic Art. Mengagumkan bagaimana seni selama ribuan tahun telah menjadi sebuah alat untuk mendekat dengan Sang Pencipta Keindahan. Koleksinya membuat kita menahan nafas karena suasana yang dibuat syahdu. Kadang saya hanya bisa berdiri dan menikmati keindahan yang kental dengan sisi spiritual, tak jarang terharu hingga menitikkan air mata. Mengingat kondisi lokasi yang menjadi tempat keindahan-keindahan ini sekarang sedang panas oleh peperangan antar umat. :’(


Jewish Museum - Holocaust Monument
Menyedihkan, Devastating! Hebatnya si arsitek yang mampu membuat pengunjung merasakan yang dirasakan para Yahudi Jerman pada periode Nazi tersebut. Meskipun begitu menyakitkannya sejarah yang mereka alami, saya tidak bisa melihat sebuah pembenaran ketika mereka melakukan hal yang sama pada penduduk Palestina sejak 1948. Apa yang mereka terima di Jerman dan Eropa bukan alasan untuk menggeser penduduk asli dan mengusirnya dari tanah mereka. 

Interior Museum
Peraga yang menggambarkan posisi Yahudi ketika itu yang seperti dianggap tidak ada
Hufft jadi emosional.. baiklah soal makanan Alhamdulillah salah satu restoran halal yang saya temui sangat dekat dengan museum ini, Rayyan Chicken, dan di daerah ini memang relative lebih banyak imigran Muslim.

Taman di tengah bangunan museum lama dan baru
Setelah mencoba bersepeda di Berlin, saya melanjutkan perjalanan sendiri ke Cordoba dengan Air Berlin. 

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

pernikahan saat malam dan pagi menjelang

Pernikahan 26-27 Januari di kedua hari tersebut saya belajar tentang arti pernikahan. saya melihat betapa kontrasnya kehidupan yang akan dijalani dalam pernikahan. hari pertama 26 Januari pernikahan teman saya, yang dihadiri hampir seluruh alumni 2004 siswa sma 8 jakarta. apa yang saya pelajari? kebahagiaan sebuah permulaan, yang mana diliputi pelangi kebahagiaan baik pasangan maupun keluarga dan kerabat. Pernikahan membutuhkan keberanian untuk memulainya. Berani untuk bertanggung jawab atas hidup orang lain, berani untuk mengambil keputusan yang tidak individualis, berani untuk berjalan dan dilihat oleh beratus atau ribuan pasang mata yang melihat tanpa ragu terhadap dandanan, gerakan, saya jamin pasti gugup!, berani untuk berdiri di panggung sambil tersenyum dan menyalami orang-orang yang mungkin kenal mungkin tidak, saya membayangkan betapa pegalnya, pegal, pegal. Untuk wanita, berani untuk menghadapi penata rias yang kadang-kadnag galak.. hehehe. Lalu apa yang saya temui di hari be