Kota pertama - Berlin
Kota ini teratur sekali,
masyarakat maupun sistem yang ada di kota ini. Saya tidak memungkiri bahwa
banyak sudut kota yang bau pesing, bau alcohol, atau orang-orang mabuk dan
tunawisma. Namun memang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, saya
merasa sangat mudah. Pengelolaan sampahnya pun rapi. Hal yang paling saya sukai
adalah ketika pembelian air mineral disertai system deposit untuk botolnya.
Ketika kita membeli air mineral akan tertera 2 harga 0.99 EUR untuk airnya,
0.25 EUR untuk botolnya. Jika kita mengembalikan botolnya, maka uang sebesar
0.25 EUR akan dikembalikan. Hal ini dimanfaatkan pemulung untuk mengumpulkan
botol demi mendapatkan manfaat tersebut. Sisi lainnya: kompetitif sekali! Terkadang saya perlu berkali-kali bilang pada para pengumpul bahwa saya belum
selesai minum :D
Istimewanya para pelajar dan
orang tua yang sudah pensiun
Di setiap biaya yang ada di
Berlin, selalu ada diskon untuk kedua golongan tersebut. Tidak heran banyak
sekali anak-anak dan orang tua yang rekreasi di kota ini. Diskonnya tidak
main-main, bisa 50-100%. Terlebih jika kita ingin masuk ke museum, pelajar di
bawah 18 tahun dan para pensiunan hanya membayar 0 EUR. Lucunya ketika saya
sudah membeli tiket ke Pergamon Museum, dengan membayar, saya diberikan tiket
yang bertuliskan 0 EUR. Saya tidak menyadarinya dan penjaga museum membiarkan
saya masuk (yang artinya dia percaya saya lebih muda dari 18 tahun) :D
Tembok Berlin
Setelah mencoba bersepeda di
Berlin, saya melanjutkan perjalanan sendiri ke Cordoba dengan Air Berlin.
Sistem transportasi
Mudah saja bagi saya kesana
kemari dengan tiket harian (tageskarte) 8 EUR. Mondar-mandir, bolak balik
semaunya hingga 24 jam ke depan. Tentu setiap tiket harus ditag sebelum
digunakan, jika tidak kita bisa menggunakannya lagi besok. Cobaan banget buat jujur!
:D Keretanya sendiri cukup jadul dibanding MRT di Thailand misalnya.
Tembok Berlin
Kurang sah berkunjung ke Berlin tanpa melihat Tembok legendaris dari tahun 1989. Tembok yang memisahkan Jerman Barat dan Timur karena ideologi. Sepanjang tembok di area Molenstrasse itu penuh grafiti dengan pesan-pesan yang sangat penting seperti Toleransi dan ada satu favorit saya:
Saya hanya berkunjung ke 2
Museum, Pergamon di Museuminsel dan Jewish Museum. Museum pertama karena ada
Museum of Islamic Art, Museum kedua karena arsitekturnya terkenal. Di kedua
museum ini saya merasa iri pada orang Eropa. Museum dibuat begitu menarik
sampai saya berat untuk keluar.
PS: kalau ke museum di wilayah
Museuminsel jangan abaikan audioguide, biaya penyewaannya sudah termasuk di
tiket masuk. Sedangkan di Jewish Museum kita perlu menyewa dengan harga
tambahan.
Museum for Islamic Art.
Mengagumkan bagaimana seni selama ribuan tahun telah menjadi sebuah alat untuk
mendekat dengan Sang Pencipta Keindahan. Koleksinya membuat kita menahan nafas
karena suasana yang dibuat syahdu. Kadang saya hanya bisa berdiri dan menikmati
keindahan yang kental dengan sisi spiritual, tak jarang terharu hingga
menitikkan air mata. Mengingat kondisi lokasi yang menjadi tempat
keindahan-keindahan ini sekarang sedang panas oleh peperangan antar umat. :’(
Jewish Museum - Holocaust Monument
Menyedihkan, Devastating!
Hebatnya si arsitek yang mampu membuat pengunjung merasakan yang dirasakan para
Yahudi Jerman pada periode Nazi tersebut. Meskipun begitu menyakitkannya
sejarah yang mereka alami, saya tidak bisa melihat sebuah pembenaran ketika
mereka melakukan hal yang sama pada penduduk Palestina sejak 1948. Apa yang mereka terima di Jerman dan Eropa bukan alasan untuk menggeser penduduk asli dan mengusirnya dari tanah mereka.
Hufft jadi emosional.. baiklah soal makanan Alhamdulillah salah satu restoran
halal yang saya temui sangat dekat dengan museum ini, Rayyan Chicken, dan di
daerah ini memang relative lebih banyak imigran Muslim.
Interior Museum |
Peraga yang menggambarkan posisi Yahudi ketika itu yang seperti dianggap tidak ada |
Taman di tengah bangunan museum lama dan baru |
Comments