Skip to main content

Perihal bersyukur

Minggu kemarin saya kebagian tugas jadi supir, mengantar ibu-ibu menjenguk paman yang dirawat selama seminggu. Setelah menjemput nenek di daerah Senen dari Cakung, lalu ke Pasar Rebo mengantar keponakan melihat pertunjukan lumba lumba dan dilanjutkan mengantar nenek, mimi dan para tante menjenguk paman di rumah sakit Harapan Bunda, Pasar Rebo. Percaya diri kami menuntun nenek yang sudah sepuh ke lantai dua tempat paman dirawat, dan yang kami temui hanya satpam yang bilang paman sudah pulang 2 jam yang lalu. Wakkkkwaaawww... :))) 
Oke lalu kami ke rumahnya di gang cukup mungil dengan skill menyetir yang masih perlu diasah. Disogok keong tutut, keong mas, soto mie, tempe kering dan dodol, saya pun tenang. (murah meriah banget yak)

Perjalanan pulang kami menjemput keponakan yang selesai melihat lumba-lumba, dan para ibu-ibu ini merajuk untuk melihat-lihat pusat perbelanjaan grosir asal Korea di Pasar Rebo. Saya dan nenek tidak mengerti apa menariknya, namun kata "melihat-lihat" dapat diterjemahkan dengan satu jam menunggu di tempat parkir. 
Oke saya menunggu bersama nenek di mobil dan sampailah kami pada percakapan mengenai keinginan memiliki ini-itu tapi semua serba mahal. 
Saya : "pengen punya rumah atau tanah gitu kapan ya? mahal semua mak, kemarin kecil aja bisa semilyar ... "
Nenek (emak) : "sekarang mah masanya lagi enak, lagi sejahtera.. "
Saya: "really?" (di dalam hati)
Emak: "Masih mending masih ada yang bisa dibeli, daripada punya uang gak ada yang dibeli?"
Saya : "hmmmmm??"

Singkat cerita, nenek saya memang sudah sepuh, sudah melewati masa penjajahan Belanda, Jepang, sekutu. Masa Jepang adalah yang paling menderita, tanaman tidak ada yang tumbuh, paceklik se paceklik-paceklik nya. Kata nenek mungkin Allah gak ridho kita disuruh sembah matahari, Alhamdulillah cuma 3 tahun. Keluarga nenek dapat dikatakan lebih baik kondisi hidupnya dibandingkan dengan masyarakat yang lain. Setiap hari ada saja mayat di bawah pohon, kelaparan, badannya bengkak menghitam. Innalillahi. Keluarga nenek punya uang setidaknya, di karung, hasil dari kebun. Tapi tidak ada yang bisa dibeli. Mekanisme pasar mati. Baju pun rombeng, compang camping, tambal sana sini. 

Bisa membayangkan hidup di jaman itu? Saya belum, mungkin hanya sebatas mendekati. Tapi setidaknya cerita nenek bisa mengingatkan saya untuk lebih bersyukur. 

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

lovely weekends

Setiap minggu saya jalan-jalan pagi di Dago. yeah suka dengan hijaunya daun, garis-garis marka jalan, warna warni balon, keringat orang-orang, ramainya sepeda dan balita-balita, senam pencak silat, dan keluarga-keluarga bahagia.. :)  few things i want to share from Dago festive seasons on Sunday morning.. Superman aerobik Orang ini bisa melompat tinggiii sekaliiii... uuuuu... Kegilaan sama teman-teman pawai pawai sepeda dari mountain bike, fixie, low rider, sampe roda tiga.. haha pagelaran musik.. dongeng balitaa di Petronas yang luas capek perang, pejuang-pejuang ini joged dangdut terlihat heboh ya..  but come earlier.. it's relaxing.. I just love it! visit Bandung but leave your car at home. you don't need that thing here.. :)