Skip to main content

Balance


I’ve read how people have achieved a lot, do better at their young age, consistently building their pathway to their life purpose, well connected to their right partners, and everything that I believe is better than mine now. This is not about their ‘success’ but about their dark years and how they managed to stand up and fly after that. Each of these people has a full luggage of life experiences, competencies, wisdom and values. Then I started to look at mine.

I wonder how they manage everything, especially their family. How do they spend their quality time?

These past few weeks I’ve been busy with work and volunteering project. I know I want to do both, I know I have to do those things now in my age before I have my little new family, which I still have no clue about that. I still want to have a language course, sports, etc. Activities aside from work sometimes consume my family time, I don’t mind as long as I still have a day each week to spend with my whole family, but this is below my family expectation. 

 Things were easy when I lived alone in Bandung, but like it or not the game has changed now.  Daughter should be home at 10 pm, otherwise my dad and mom can’t sleep well and wake up all night. At this age, in this city, in my colleagues mind, it might be ridiculous to have this ‘Cinderella’ rule but it happens. I don’t mind, I share their thoughts about this and I fully agree with that. The issue is that I can’t explain it well to my colleagues yet.

Mom sometimes demands time more than I can offer. I don’t mind, I love her so much. I just do not know yet how to explain that my non-work activities are equally important. Life is more than work that I need to learn through diverse experiences.

These little burdens should not hamper me to live the life as I want it to be, I just don’t know yet how to keep it balance, to be happy as a daughter and a doer. I will not think about the other role I might play in the future. But I’m pretty sure that if I have a balance in my life now, future life will be easier. Wish me luck, wish us luck!

Comments

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

memandang ibu dan balita dari sudut pandang yang lain

Saya kenal seorang wanita, dan ia sekarang memang sudah menjadi ibu seorang balita yang lincah dan pintar. sepengetahuan saya selama ini, sejak hamil sampai melahirkan, ia adalah ibu yang baik. Selalu menjaga jasmani dan rohaninya. Memakan segala vitamin, zam-zam, kurma, dan madu tidak pernah ketinggalan setiap hari. Ba'da maghrib, ia selalu mengaji, itu setiap hari. Saya tahu ia dan suaminya sangat menjaga kandungannya. Mereka belajar menjadi orang tua yang baik, mereka sangat bekerja keras untuk itu. Wanita yang kukenal ini adalah figur ibu yang sangat baik. Ia memasak makanan bergizi setiap hari, ia meninggalkan keinginannya bekerja untuk anaknya, ia adalah ibu dengan ASI eksklusif untuk anaknya, dan ia telah menjadi istri dan ibu yang baik, saya yakin itu. Namun bukan hidup jika tanpa ujian. Semakin bertambah umurnya, semakin pintar ia bicara, semakin pintar ia berkelit, dan menghindar. Ia mulai mengerti apa yang disukainya, ia mulai meninggalkan apa yang tidak ia sukai. Sayang...