Skip to main content

dinner with my brother

Kadang saya meragukan pernyataan "Boys will always be boys" karena "once they become a MAN, u'll adore them".
Minggu malam saya makan bersama dengan a'a (kakak laki-laki saya), tidak mewah, hanya di meja makan rumah dengan lauk dari nasi kotak pemberian tetangga -salah satu hobi saya, makan nasi kotak bareng-bareng sekeluarga-.Berdua saja saya melahap makan malam itu, sementara anggota keluarga lainnya sedang asyik meladeni keponakan saya yang ngantuk tapi masih tetap bermain.

Aa : "lo gak cari kerjaan lain de?"
saya : "belum a'.."
Aa : "oo.. *lalu ia mengganti topiknya* Calon anak gw yang ini bener-bener bikin gw taubat, bawaannya pengen ngaji melulu.. Pengajian dimana aja gw datengin"
A'a saya sedang rajin menghadiri Majelis Rasulullah (MR), pengajian yang sering diadakan setiap minggu dan lokasinya berpindah-pindah. Kadang ia bercerita, kalau ceramah yang diberikan dan doa-doa yang dipanjatkan membuat dia menangis tersedu-sedu.

Lalu saya tergelitik untuk bertanya.
Saya : "kenapa lo pengen ikut pengajian a'?"
A'a : "kan udah gw bilang, gw taubat. Sekarang udah beda pergaulan gw,de. Dulu masih main bilyar, sekarang temen2 yg sering main bilyar nanyain gw kemana. Sekarang gw pengennya dateng pengajian,,wess,, udah beda gw sekarang"
Saya :" kenapa lo ikut MR?"
A'a : " Dulu gw ngaji di Masjid Al Barkah, lama-lama pindah ke MR"
Saya :"Kenapa lo pengen ngaji di Al Barkah?"
A'a :"gw taubat. Gw kan gak suka baca, makanya gw dengerin pengajian, eh cocok, yaudah jadi gw pengen ikutan terus"
Saya :"lo pengen tau tapi gak mau baca gitu ya, makanya dengerin ceramah lewat pengajian"
A'a :"Iya,, gw pengen tau.."
Lalu pandangannya menerawang, sambil terus menyantap makan malam kami.

Ah, dulu a'a saya adalah orang paling jail yang pernah saya temui. Segala dandanan ala rapper sudah dia cobakan ke saya. Baju gombrong, baju terbalik, kacamata hitam yang bisa dibuka seperti jendela, segala macam jenis julukan sudah diberikan ke saya. Waktu cepat sekali berlalu, sekarang ia seorang pria dengan istri dan anak. Semakin hari ia semakin menjadi ayah yang baik, yang lucu dan penyayang.

Pertanyaannya sekarang. Apa yang saya definisikan sebagai kebahagiaan?
Kini ku tahu!. Salah satunya adalah melihat a'a menjadi pria dan ayah yang baik, terlebih lagi sekarang ia sedang belajar menjadi imam yang baik untuk keluarga.
Semoga tercapai, a.

Comments

anza said…
kalo jadi "Man" rugi gak bisa kayang seenak hati
wah. tik. gue selama ini menganggap boys will be boys itu adalah sesuatu yang benar. belum pernah gue ketemu satupun laki-laki yang bikin terkagum2, karena mereka kalau tidak jail, takut komitmen, tidak setia, tidak perasa dan lain lain lain lain.

tapi setelah baca posting lo.. jadi berubah pikiran heehehe.
atiek said…
anza : doyan amat kayang lo,, haha jadi penyanyi dangdut aja biar bisa kayang sesuka hati trus dibayar.. hihihiihi

batari : iyaaa ya.. it's a good thing.. hahahaha kasian nasib suami lo nanti.. hihihi
anza said…
lah waktu itu gw belum dibayar ama restu.. trauma.
kicew said…
gw pernah ketemu cowo yang kebalikan dari kriteria batari itu. dia tidak jail, tidak takut komitmen, setia, dan lumayan perasa (perasa buat ukuran cowo sih). tapi ga gitu taat agama, dan tidak pernah mengaji.
itu masuk kategori MAN bukan tiek??
ehe..
atiek said…
wah.. yang penting dia meyakini yang benar sih.. hehehehe

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya