Skip to main content

Pertanyaan untuk Insinyur (?)

Pertanyaan yang belum terjawab oleh saya. Paragraf ini dicukil dari buku "Orang-orang Proyek" oleh Ahmad Tohari (2002).

Mengapa banyak insinyur dari generasi berikut lebih suka memilih sikap pragmatis, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi?
Mungkin karena zaman sudah berubah. Pragmatisme sudah nyata hadir, sehingga orang-orang yang idealis tampak sebagai makhluk yang aneh, lucu, bahkan blo'on. Pada zaman yang serba gampangan, orang-orang berhati lurus seakan terkategorisasikan sebagai mereka yang melu edan ora tahan, yen tan melu anglakoni boya kaduman milik .
Mungkin juga sikap pragmatis sebagian insinyur disebabkan meriahnya contoh dari atas. Keluarga presiden, menteri, jenderal, gubernur, anggota DPR, pengusaha yang kongkalingkong dengan pejabat, hidup dalam pragmatisme yang sangat kental. Oportunis dan mumpung sebagai anak kandung pragmatisme sangat mereka akrabi. Luar biasa kaya, konsumtif, kemaruk, dan terkadang sikap sangat tega terhadap kelompok masyarakat miskin sering mereka perlihatkan tanpa tedheng aling-aling. Korupsi dan segala bentuk manifestasinya dibiarkan merajalela. Keadaan demikian sangat mungkin mengerosi idealisme sebagian besar insinyur dan sekaligus menyebabkan mereka ingin meniru gebyar kehidupan mereka yang di atas.

Adakah kata korupsi dikenal dalam sebuah sistem kekuasaan kerajaan? Tidak. Karena bumi, air, udara, dan kekayaan yang terkandung serta manusia yang hidup di atasnya adalah milik raja dan para pembantunya.
'Korupsi' hanya ada pada kamus sebuah negara republik. Tapi republik belum pernah tegak di negeri ini. Maka tak sedikit insinyur birokrat yang merasa menjadi raja kecil yang menganggap proyek adalah obyek kekuasaannya, bukan amanat rakyat yang akan membayar biaya pembangunannya?

Apakah kita termasuk insinyur dari generasi berikut?
Atau Insinyur yang Perwira?
Perwira adalah parawira, yaitu orang-orang yang tidak merasa kehilangan apapun ketika bersikap hormat dan peduli dengan orang lain; orang-orang yang tidak merasa rendah ketika meninggikan harkat dan martabat orang lain. Mereka adalah orang-orang yang malu ketika merasa dirinya lebih penting daripada Kang Martasatang meskipun sampeyan insinyur dan dia cuma mantan tukang rakit penyebrangan.

(Dialog Kabul *insinyur sipil* dengan Pak Tarya *pensiunan pegawai negeri* mengenai sikap perwira Kabul terhadap Kang Martasatang *mantan tukang rakit penyebrangan yang mata pencahariannya hilang karena pembangunan jembatan oleh Kabul*.)

*definisi pragmatis kontroversial, konteks pragmatis pada cukilan novel ini mengarah ke pengabaian konsep ideal dalam melaksanakan sesuatu -persepsi atiek-*

Tulisan ini dibuat hanya karena saat membaca paragraf ini, saya teringat kita, para insinyur (Sarjana Teknik or whatsoever) yang bersemangat bertindak untuk rakyat Indonesia dan warga dunia.

*****Dua sisi pragmatisme.

Kebenaran pragmatisme, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Bila suatu teori keilmuan secara fungsional mampu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala alam tertentu maka secara pragmatis teori itu adalah benar. Sekiranya, dalam kurun waktu yang berlainan, muncul teori lain yang lebih fungsional, maka kebenaran kita alihkan kepada teori baru tersebut.

dekonstruksi pragmatisme
http://ayok.wordpress.com/2006/12/20/dekonstruksi-pragmatisme/
Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.
Pertama, Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya.
Kedua, Pragmatisme menafi¬kan peran akal manusia.
Ketiga. Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide –baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks waktu dan tempat.

Comments

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan