Skip to main content

siklus kesedihan

saya baru saja menuntaskan 2 buah karya seni berbeda bentuk bertema arab. seni pertama, novel kite runner, berlatar afghanistan. yang kedua film, the kingdom. ada benang merah disana, bagaimana kesalahan penerapan agama menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.

kite runner, bukan cerita utamanya yang menjadi hubungan ini, tetapi latar belakang perang afghanistan yang tiada akhir, atas nama taliban yang mendengung-dengungkan Tuhan. tetapi nyatanya mereka sendiri yang meninggalkan Tuhan. semua itu telah merusak banyak kehidupan, banyak kenangan, dan hanya meninggalkan keputusasaan. masa depan yang buram.

the kingdom, terorisme menjadi temanya. kematian, pembunuhan, dan kekerasan yang terus menerus. dendam di kedua belah pihak yang ternyata tidak berakhir meski hidup gembong terorisnya telah berakhir. saat agen FBI, diawali dengan niat bulat "we're gonna kill them all" dan diakhiri dengan kalimat "don't fear them, we're gonna kill them all" yang dibisikkan oleh abu hamza (sang pemimpin teroris) kepada cucunya yang masih remaja. tanpa diketahui siapapun sebuah siklus kejahatan baru saja dimulai, dengan dendam sebagai motor utamanya. kurasa Tuhan telah mempertimbangkan bahaya dendam ini, karena hukum qishas saja dapat dihentikan dengan kesediaan maaf oleh keluarga korban.

saya rasa pesan yang ingin disampaikan kedua bentuk seni ini sama, apa yang disuarakan "mereka" bukan suara Tuhan sebenarnya. apa yang mereka tempuh adalah jalan yang tidak membawa mereka kepadaNya, tetapi kepada kehancuran-kehancuran besar manusia. kejahatan ini akan terus ada, saat diselesaikan dengan kekerasan, dan tidak ada yang dengan jiwa besar memaafkan dan menghentikan kalimat "kill them all".
setidaknya saya senang, the kingdom menggambarkan bahwa terorisme bukanlah islam. ia dengan gamblang menggambarkan polisi Al Ghazi dan Haytham, yang taat (meskipun singkat), membantu mereka "menuntaskan" terorisme ini. dan tentang bagaimana al Ghazi tidak menutup mata atas kekejaman pembunuhan massal dengan bom bunuh diri yang mengerikan.

apa yang ada di kite runner pun begitu adanya, bagaimana kekerasan menjadi teman bagi anak-anak saat tumbuh. perampasan harta dan nyawa, pelecehan, pembunuhan keji atas dasar pezina dan nama Tuhan. saya pikir ini hanyalah kegilaan manusia yang mencari-cari dasar, sebuah pembenaran konyol atas nafsu psikopatnya. kartu As yang membuat banyak orang mendukung kesalahannya dalam menerjemahkan kalimat suci Tuhan.

saya takut, jelas. karena selama saya hidup dan mempercayai tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad SAW rasulNya, saya tidak pernah sekalipun mendengar, membaca, dan meyakini bahwa kekerasan adalah jalan keluar dari masalah. jihad hanya dilakukan untuk melindungi Tuhan kami. kepercayaan dan keyakinan kami. bahkan Rasulullah SAW pun tidak pernah melakukan kejahatan pada orang -orang yang jahat padanya. darimana dasar mereka mengartikan kalimat Tuhan sebagai kekerasan? manusia adalah pemimpin di bumi, teladan dan menjaga bumi Allah ini.

ada kalimat bagus dari Hassan (kite runner) " jangan pernah kamu menyakiti seseorang, meskipun ia jahat. mereka hanya tidak tahu jalan yang benar" naif memang, tapi perlu jika ingin menghentikan siklus kesedihan ini.

Comments

Zulfadlillah said…
wah...kayanya hidup ini terasa hambar kalo belum baca buku itu...hahaha...jadi pengen tau juga niyh...
setuju Tiek.
Dijahati sama orang bukan berarti membuat kita berhak menjahati orang itu atau orang lain.

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya