Skip to main content

THR

Menjalankan perusahaan di Indonesia itu susah-susah-susah.Iklim bisnis yang lambat berkembang, membuat perusahaan sesak napas untuk hidup. Belum lagi tekanan dari berbagai pihak, ya badan pajak, ya pemerintah, ya pejabat-pejabat yang minta "jatah"
dan yang paling bikin deg-deg serr ya dari serikat buruh.

Mendekati hari raya seperti hari ini, saya yakin para pengelola perusahaan makin gak bisa tidur, mungkin jerawat mulai tumbuh dimana-mana. Ada sekitar 900 perusahaan yang belum memberikan THR untuk karyawan. Walhasil, mogoklah para tenaga kerja murah ini
Tidak heran. Para tenaga kerja pun tertekan seperti tertekannya para pengelola perusahaan.

Beginilah detik-detik kehidupan kelas pekerja:
pulang kerja, istri dan anak menunggu di rumah. Macam-macam maunya, ada yang minta uang belanja, baju baru, ongkos mudik, recehan buat para keponakan. Belum-belum kebutuhan oleh-oleh untuk keluarga di kampung. Yah, sebagai perantauan pastilah ada yang mau tak mau harus dibawa setelah setahun atau bertahun-tahun tidak pulang.

Pasar tidak mau ketinggalan seru, harga-harga naik dan mencekik! Tentu saja ibu-ibu dan para istri naik pitam, yang langsung disalurkan kepada suaminya, yang segera disalurkan lagi oleh suaminya ke pengelola perusahaan. Macam-macam caranya, mogok kerja, demo, teriak-teriak. Setidaknya ada penyaluran stress dari kelas pekerja ini, daripada bunuh diri!, yang ternyata tingkat bunuh diri di Indonesia sebesar 24%, jauh lebih tinggi dari rata-rata dunia yang "hanya" 15,1%.

Dan di hari-hari terakhir ini makin padatlah pasar-pasar, pegadaian, rentenir pun makin sibuk menghitung future cash flow-nya.

Sedang yang tidak punya uang?
Boleh saja mengantri, berdesak-desak,dan siap terinjak di pembagian zakat. Main sikut, main dorong, main terkam! Semua orang miskin, semua orang minta. Zakat menjadi harapan yang mengerikan.

Tinggal 2 hari menjelang lebaran. Bukan ibadah yang kita pikirkan, tetapi bagaimana deretan angka di selembar kertas Peruri telah menggantikan posisi Tuhan di hidup kita.

Comments

Amalia said…
tajem bgt tiek. tp emg fenomena ini terus berulang ga akan pernah berenti klo mindset orang2 masih sama --> lebaran = smua baru.

ya itu siy yg amat sgt gw sayangin, knp lebaran itu jd indentik dgn konsumerisme :( gw jg dulu tiap lebaran pasti minta baju baru siy..hehe..tp stelah tau nyari duit susah ngga lagi ;p

yg harusnya baru pas lebaran kan hati ya bo..bukan baju..hehe

anyway, minal aidin wal faidzin, maaf lahir batin :) gw lebaran jumat disini, lo kpn?
btw, oot niy, fotonya cantiiiik :) emang dech kembaran gw..haha

- gw komen apa curhat siy? ;p -
atiek said…
iya.. makin banyak li, disini pembagian zakat jadi mudharat..
lama-lama bergeser deh berkahnya.

makin banyak nenek-nenek, anak2 yang terinjak-injak. semua pengen baru, tapi lama kelamaan, masyarakat jadi membuka tangan ke atas terus..

hehe.. makasih looo..
mungkin cahayanya harus remang-remang dulu.. eheheh
dita ucil said…
tiek, jadikan kau teman blog-mu juga dong.. cara bikin lon-link gitu gmn sih? hihi. br ada di dunia ini..
Uqi said…
atiek.. link bloh gw dong...

oiya.. gw juga posting yang sama lo sama lo soal zakat2an..

Popular posts from this blog

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan