mendatangi rumah tuhan hari ini
semakin luas
namun tidak mengosongkan hati
hm, itu perasaan gw hari ini. dari hanya 4 shaf yang kosong, sekarang hanya 4 shaf yang terisi.
tidak menyalahkan, tidak menyesali. karena alasannya pasti ada. banyak hal.
ibadah kan bentuknya banyak, ada yang belajar, ada yang bekerja. asal niatnya lurus karena DIA, masjid ini mungkin tak apa terasa luas..
kalo shaf yang kosong ini adalah tempat buat umat yang ibadah dengan jalan lainnya.
semoga saja.
tapi memang miris melihat situasinya. ah gaya si atiek ini, baru ke masjid pas ramadhan doang aja!
hehe..
2 hari yang lalu, shaf yang kosong hanya shaf laki-laki, tapi kalau dihitung-hitung sama saja dengan jumlah wanitanya.
sekarang, shaf wanita di lantai atas pun kalau di jumlah hanya dapat 2 shaf laki-laki. miris.
radius masjid ini cukup luas kok.
kalau ditarik benang lebih jauh dari masalah ini. terasa sekali masyarakat memang mulai individual.
di kampung rumah saya, penunjuk waktu, dan tempat janjian warga adalah waktu shalat.
biasanya ba'da isya', kalau ada pengumuman berkumpul itu, para bapak akan shalat isya' berjamaah dan langsung dilanjutkan musyawarah warga.
yah, itulah kehidupan warga pinggiran kota. semakin dekat ke pusat kota, warna itu semakin hilang saja.
pantas banyak orang saling curiga. interaksi saja hampir tak ada.17 an saja hanya menjadi milik para bocah dan pencari hadiah.
meskipun saya bukan orang yang suka main keluar rumah dari kecil.
kenal dengan tetangga saja hanya yang sudah puluhan tahun bertetangga dan lewat perantara mimi (ibu) kalau sedang membagi sedekah atau zakat warga.
tapi bukan berarti saya tidak mencermati pola kehidupan warga .
masalah ini pernah membuat saya sedih sekali sampai sesak. Namun kesedihan itu datang dengan sendirinya.
rasanya seperti pengkhianatan. sekadar 1.5 jam untuk bertemu saudara dan TUhannya, rasanya tidak pernah sempat.
begitulah kota besar.dingin, angkuh, dan penuh curiga. mungkin itu yang membuat karakter manusia dari daerah lebih kuat dan jiwanya lebih besar.
karena mereka menganggap dirinya sebagai bagian dari komunitas.
sedangkan anak-anak kota besar, hampir-hampir kehilangan jati iri. membayangkan diri sebagai karakter game, WE, sinetron dan reality show.
lupa bahwa diri ini hanyalah bagian kecil dari rukun tetangga.
rumah Tuhan hari ini,
kalah dengan gedung penuh billboard dan kafe-kafe. bahkan di kota suci pun pertarungan itu masih ada.
persis berhadapan dengan pintu 1 Masjidil Haram,King Abdul Azis, terbentanglah pintu masuk sebuah mall, Al Burj Al Bait.
ironis. gaya hidup ini merasuk ke Makkah! dan saya meringis saja melihatnya. kosong dan dingin.
menariknya, sekarang menunggu waktu shalat tersedia banyak pilihan, mau sambil ngopi di kafe atau window shopping ala borjuis
mungkin zikir dan tadarus sudah begitu kunonya. sebuah tradisi legendaris dari seorang Rasul.
semoga konsep Tuhan tidak lagi menjadi bergeser ke lain bentuk.
mengerikannya
masuki rumah Tuhan hari ini
pergulatan hati dengan modernisasi
sebegitu jauhkah Tuhan dari kehidupan fana ini?
semakin luas
namun tidak mengosongkan hati
hm, itu perasaan gw hari ini. dari hanya 4 shaf yang kosong, sekarang hanya 4 shaf yang terisi.
tidak menyalahkan, tidak menyesali. karena alasannya pasti ada. banyak hal.
ibadah kan bentuknya banyak, ada yang belajar, ada yang bekerja. asal niatnya lurus karena DIA, masjid ini mungkin tak apa terasa luas..
kalo shaf yang kosong ini adalah tempat buat umat yang ibadah dengan jalan lainnya.
semoga saja.
tapi memang miris melihat situasinya. ah gaya si atiek ini, baru ke masjid pas ramadhan doang aja!
hehe..
2 hari yang lalu, shaf yang kosong hanya shaf laki-laki, tapi kalau dihitung-hitung sama saja dengan jumlah wanitanya.
sekarang, shaf wanita di lantai atas pun kalau di jumlah hanya dapat 2 shaf laki-laki. miris.
radius masjid ini cukup luas kok.
kalau ditarik benang lebih jauh dari masalah ini. terasa sekali masyarakat memang mulai individual.
di kampung rumah saya, penunjuk waktu, dan tempat janjian warga adalah waktu shalat.
biasanya ba'da isya', kalau ada pengumuman berkumpul itu, para bapak akan shalat isya' berjamaah dan langsung dilanjutkan musyawarah warga.
yah, itulah kehidupan warga pinggiran kota. semakin dekat ke pusat kota, warna itu semakin hilang saja.
pantas banyak orang saling curiga. interaksi saja hampir tak ada.17 an saja hanya menjadi milik para bocah dan pencari hadiah.
meskipun saya bukan orang yang suka main keluar rumah dari kecil.
kenal dengan tetangga saja hanya yang sudah puluhan tahun bertetangga dan lewat perantara mimi (ibu) kalau sedang membagi sedekah atau zakat warga.
tapi bukan berarti saya tidak mencermati pola kehidupan warga .
masalah ini pernah membuat saya sedih sekali sampai sesak. Namun kesedihan itu datang dengan sendirinya.
rasanya seperti pengkhianatan. sekadar 1.5 jam untuk bertemu saudara dan TUhannya, rasanya tidak pernah sempat.
begitulah kota besar.dingin, angkuh, dan penuh curiga. mungkin itu yang membuat karakter manusia dari daerah lebih kuat dan jiwanya lebih besar.
karena mereka menganggap dirinya sebagai bagian dari komunitas.
sedangkan anak-anak kota besar, hampir-hampir kehilangan jati iri. membayangkan diri sebagai karakter game, WE, sinetron dan reality show.
lupa bahwa diri ini hanyalah bagian kecil dari rukun tetangga.
rumah Tuhan hari ini,
kalah dengan gedung penuh billboard dan kafe-kafe. bahkan di kota suci pun pertarungan itu masih ada.
persis berhadapan dengan pintu 1 Masjidil Haram,King Abdul Azis, terbentanglah pintu masuk sebuah mall, Al Burj Al Bait.
ironis. gaya hidup ini merasuk ke Makkah! dan saya meringis saja melihatnya. kosong dan dingin.
menariknya, sekarang menunggu waktu shalat tersedia banyak pilihan, mau sambil ngopi di kafe atau window shopping ala borjuis
mungkin zikir dan tadarus sudah begitu kunonya. sebuah tradisi legendaris dari seorang Rasul.
semoga konsep Tuhan tidak lagi menjadi bergeser ke lain bentuk.
mengerikannya
masuki rumah Tuhan hari ini
pergulatan hati dengan modernisasi
sebegitu jauhkah Tuhan dari kehidupan fana ini?
Comments