Skip to main content

seumr-umur belom pernah

semua berawal dari hilangnya dompet. saya jadi harus ke kantor polis mengurus surat kehilngan. masalahnya legalitas saya sebagai manusia ada disana.
1. legalitas menyetir
2. legalitas rakyat
3. legalitas mahasiswa
4. legalitas sebagai anak bapak saya alias sarana transfer uang (buat anak kos kere, yang harus pindah kos, laptop rusak, eperti saya ini. pipa uang itu sangat pentingggg!!)

jadilah saya mengurus semuanya.polisi-bni-prodi-bni-annex-bni-kemudan KTM yang berbulan2 lamanya baru akan jadi.alhasil harus pake buku tabungan dong ngambil duitnya..no way!.

Bulat tekad saya untuk mengurus ATM Bank Permata saya, harta sejak SMP.Di bank ini proses bikin kartu mudah sekali dan cepat, jadi tanpa pikir panjang2 langsung saya stop angkot, meluncur saya ke Sawunggaling.

Lama menunggu,untung wangi kantornya segar,tibalah saatnya giliran saya. Sip!surat hilang dari polisi sudah jadi.Lancar..Tapi ternyata, hal yang saya lupakan jadi batu sandungan, tanda tangan di surat polisi jauh berbeda dengan tanda tangan saya di arsip mereka..Oalah, itu kan tanda tangan saya waktu SMP!hiks..sudah dibujuk dengan berbagai argumen. Mereka tetap keukeuh saya harus ke jakarta ganti tanda tangan.Huh.ujian dan tugas lagi banyak begini mana sempat. Hancur hati saya.. hiks
alternatif yang paling mudah adalah bikin surat hilang dengan tanda tangan SMP saya! hahahha..kembali muda..

setealah ragu untuk beberapa lama, bulatlah tekad saya ke polsek coblong.saya berharap2 dalam hati semoga bukan pak asep lagi. Yeah, setelah melewati pak polisi berkumis 'ndut yang sedang serius nonton sinetron, saya lancar saja masuk ke ruangan ini yang meski sudah tahun 2000-an, masih saja bergaya 80-an, untuk kedua kalinya. Pemerintah kurang serius kasih pelayanan deh, meski lebih banyak penjahat yang masuk situ, tapi sektor pelayanan publik jangan dilupain dong mestinya,ya kan??

balik lagi ke dompet. Pak Edi ini lebih muda dari pak asep. saya pikir skill mengetiknya lebih yahud dari pak asep 'ndut yang notabene mungkin sudah sulit untuk belajar lagi. ternyata eh ternyata, gaya ketik mesin ketik juga, persis kaya pak asep! bedanya cuma di tenaga yang dikeluarkan. hahahah. pak edi mengetiknya lebih pelan, mungkin karena dia sadar, dengan senggol dikit aja, huruf2 dari keyboard langsung bisa di proses.

the point is, ternyata kantor polisi itu lengang loh. mungkinkah kejahatan yang berkurang, atau penjahatnya yang tidak bisa disentuh hukum, atau polisinya gak peduli lagi yah? dan saya belajar untuk ke kantor polisi sendiri.hehe..makasih ya dompet. meski banyak masalah yang kau tinggalkan, tapi sedikit bersyukur. mungkin foto saya di ktm yang belum dikerudungin itu membawa banyak maksiat dan perlu diganti secepatnya. hahaha. seumur2 di itb, ngurus ktm ilang juga deh. brarti saya lebih tahu 2 hal dari temn-teman saya : ke polisi dn urus KTM. alhamdulillah.

Comments

Gua (cuma) pernah kehilangan KSM aja udah malessss banget ngurus bolak-balik TU-Annex. Padahal ngurus KSM ilang jauh lebih gampang drpd KTM.

Ditambah lagi lo mesi ngurus SIM dan dll.. Wuaaah, semangaaat. Semoga cepat beres yap :)
atiek said…
haha..pake trik. selesaikan dulu di satu wilayah.tanyain ampe kesel,baru pindah ke wilayah birokrasi lainnya..jadi gak bolak balik gitu..hehe
ikram said…
kalo atm bni bilang saja patah. prosedurnya jauh lebih menenangkan jiwa daripada kalo bilang hilang.

*calon mantan tetangga, hehe.

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya