Skip to main content

Ditampar Kaca Spion

Termenung membaca sebuah cerita dari Andy F Noya, wartawan yang sering kita lihat di acaranya, Kick Andy. Mengenai kegundahannya menjadi orang kaya. Cerita terakhir yang membuat saya termangu, memandangi email hasil forward dari milis mahasiswa.

Sepenggal cerita 'Kaca Spion' dari Andy F Noya

"..ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi. Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok..

Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi. Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya. Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul. Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup
yang pahit .. "

Saya pernah mengalami ini, jam 7 pagi, di Dago, Bandung. Bukan mobil saya, tapi mobil teman saya. Dua siswa SMA, memacu kendaraannya dengan kencang, menabrak mobil teman saya. Kami berdua panik, karena tepat kami harus ujian. Anak itu terjungkal bersama temannya, terpental ke pinggir jalan. Dia menyalahkan kami yang berbelok tiba-tiba katanya. Saya rasa dia tidak sempat menekan rem, saat itu, teman saya sudah memberi tanda dengan lampu sein. Teman saya meminta bantuan untuk nego dengan mereka, dia bingung bagaimana harus bilang ke ayahnya, dan kecelakaan ini memang bukan salahnya. Demi teman, saya menyalahkan kecepatan anak sma tersebut. -Saya memang kasar kalau berbicara, makanya saya lebih suka menulis. Bisa berpikir untuk menyaring kata-kata-. Tanpa perasaan saya berdebat dengan ibunya di rumah sakit, tujuannya jelas untuk membantu teman saya, setidaknya tidak menanggung biaya rumah sakit, karena untuk meminta ganti rugi pada mereka rasanya tidak enak. Sang ayah hanya bisa terdiam saja, termangu, karena berdasarkan penilaian temannya, itu murni kesalahan anaknya.

Membaca artikel pak Andy, saya termangu, membuat saya diam dan menelan ludah. Ayah anak itu seorang pegawai ITB, saya tidak tahu penghasilannya, tetapi saya yakin tidak lebih dari penghasilan ayah teman saya. Membaca artikel pak Andy, membuat wajahnya terlintas di kepala saya. Wajah pasrah, mendengar kami tidak mau menanggung semua biaya rumah sakit, hanya sekedarnya kami memberi sumbangan, pun tidak memintanya memberi ganti rugi pada kami. Mungkin keputusan kami cukup fair saat itu, kami tidak membebani mereka. Tapi saya lebih memikirkan kata-kata apa yang sudah saya keluarkan saat itu? entah kenapa saya merasa jahat saat keluar dari rumah sakit itu sampai hari ini, ketika membaca artikel pak Andy. Bukan si anak, bukan si ibu yang memberatkan saya, tapi ayahnya. Karena beliau sama sekali tidak menuntut, itu yang membuat saya semakin pedih.

"Ditampar" saat bulan Ramadhan ini membuat saya berpikir keras. Hanya satu hal yang ingin saya lakukan sekarang, meminta maaf ..

Comments

Mas Hery said…
hampir semua orang pernah ngalamin kecelakaan, entah jadi korban atau juga jadi pelaku, keduanya sama2 ga enakin, palagi kalo memang kitanya yg salah...

ceritanya memang sarat moral ya, musti iklas, ditabrak memang paling gampang melentingkan emosi.
Unknown said…
iyaa, benar sekali.. hehehe
atiek said…
salam kenal, jalanan itu rimba baru buat dunia.. hehehe
hmmm...
sangat menyentuh ceritanya...
begitu banyak hikmah bertebaran di bulan Ramadhan...
semoga membawa perubahan bagi yang mendapatkannya...

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

untuk mahasiswa ITB dari Rendra

saya rasa kita semua yang mengaku orang muda, berpendidikan, punya berjuta teori yang mau dibenturkan dengan dunia nyata, punya berbagai idealisme yang belum diwujudkan, yang masih diam sampai sekarang (seperti saya), yang mau berubah, yang mau bergerak untuk siapapun, bangsa, umat, atau diri sendiri.. harus baca puisi dari sastrawan Rendra ini, tanda bahwa 30 tahun mahasiswa masih menghadapi masalah dan dilema yang sama. . sampai kapan mau diam dibalik menara gading ini?? menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada baya