Skip to main content

CHANGE

"with eyes like yours, i will find the problem in politics and correct it
with ears like yours, i will seriously listen to the tiniest voice of those who are called weak
with leg like yours, i will run without hesitation towards the problem scene
with hands like yours, i will work with sweat stained hands and point towards the path that this country should take

My everythings will be like yours!"
(Change)

Meskipun kata-kata ini muncul dari sebuar drama jepang berjudul Change, tapi mampu menjadi cermin yang baik. Belajar bukan hanya dari hal-hal yang terlihat kompleks bukan? Well, politik punya sudut pandang yang baru di mata saya sekarang. Setidaknya perubahan bukanlah hal yang tidak mungkin meskipun perubahan sekecil apapun memiliki hambatan yang luar biasa besar, yaitu dari diri sendiri. Janji-janji di atas memberi cara, dan kalimat ini memberi dorongan semangat yang besar. Don't quit.
Run with all your might even if it's an out


Comments

ya,walopun gambaran ideal seorang pemimpin ada di dorama itu...setidaknya hal tersebut dapat menjadi inspirasi,menjadi sebuah cita dan mimpi...
hmmmph,kapan ada pemimpin yg seperti itu ya...
atiek said…
iya, kapan dan 2009 ini kita cari tau adakah dia di indonesia..
Anonymous said…
Katanya drama jepang..., kok bahasanya inggris ya...?

Dasar gak punya prinsip nih orang jepang...
Unknown said…
well.. gw pecinta dorama jepang... apalagi takuya kimura.. dan filmnya dalam bahasa jepang kok...

dan kata-kata itu gw juga suka banget tiekk..
atiek said…
karena subtitle bahasa inggris, makanya tulisannya inggris..

saya gak bisa bahasa jepang sih,, bukan salah dorama nya juga,, hhihihihi

Popular posts from this blog

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan

Kembali ke Kelas Inspirasi

  Apa yang pertama terlintas ketika mendengar Indonesia Mengajar? Anak SD, pendidikan, masyarakat yang mengajar. Begitu pula yang saya pikirkan ketika itu, berbagai orang bersedia mengajar untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia.   Desember 2011 itu, kami sepakat untuk merangkul para ‘kelas menengah’ di kota besar untuk ikut andil dalam pembangunan pendidikan. Salut untuk ide Safira Ganis, Ika, dan teman-teman pengajar muda yang baru kembali dari tempat penugasan. Keceriaan itu disebut, Professional Volunteer Program (PVP). Untuk menyederhanakan narasi “membangun gerakan pendidikan masyarakat”, kita mengusung ide kegiatan relawan untuk menjadi gaya hidup “Loe gak keren kalau belum jadi relawan.”   Hasil pertemuan itu melahirkan  Kelas Inspirasi  sebagai wahana/alat/kendaraannya. Idenya sederhana, para kelas menengah pekerja ditantang untuk cuti sehari, berorganisasi dalam kelompok, mempersiapkan materi pengajaran sendiri, lalu mengajar tentang profesi

Udar Rasa

Ada sebuah kolom di koran Kompas bernama Udar Rasa. Minggu ini teman saya, ika , mencuplik kalimat dari sana, dan saya penasaran. Minggu ini ditulis oleh Bre Redana. Berikut paragraf dari kolom tersebut yang saya suka: "Belajarlah pada alam. Sebagaimana sungai-sungai makin dangkal karena morat maritnya hutan-hutan dan gunung-gunung, hidup kita juga semakin dangkal. Seiring proses pendangkalan, masyarakat bertransformasi dari pengertian komunitas menjadi penggembira, pemandu sorak.  Begitu pun individu. Identitas individu sebagai entitas darah, daging, akal-budi, spirit, roh, bertransformasi menjadi identitas digital. Dalam identitas digital individu bisa menyaru sebagai lelaki, perempuan, kelompok, benda, pokoknya apa saja. Ini mengingatkan pada raksasa-raksasi dalam pewayangan, yang sanggup muncul dan menghilang, berubah-ubah bentuk menjadi apa saja. Gema suara mereka tak terukur.  Seperti sungai dangkal berbuih-buih, pemandu sorak dalam identitas digital ini memang