Skip to main content

Akibat perjalanan


Impian sejak kecil adalah 
1. Kalau aku naik pesawat pertama kali harus ke Mekkah. Sudah.
2. Sering naik pesawat dibayarin orang lain seperti Bapak. Sudah

Tidak menyangka dua impian seorang anak kecil ini bisa membentuk perspektif sedikit demi sedikit. Tiap perjalanan artinya perspektif baru, cara pandang bertambah, dan hidup terasa berbeda. 

Perjalanan darat 14 jam dari Palu sampai Toli-toli pun yang membuat saya mengambil jalan ini, bekerja di sektor pembangunan masyarakat. Hampir terjun ke jurang, menembus hutan tengah malam, atau singgah di desa yang hanya punya listrik 2 hari dalam seminggu. Bahwa setelah berkali-kali melakukan perjalanan, melihat dari jendela, berinteraksi, merasakan hidup dengan udara yang berbeda, mencoba bicara dengan dialek yang sama, hidup menjadi semakin berbeda.

Dan perjalanan menjadi bukan sekedar hotel dan obyek wisata atau foto-foto bersama teman. 1-2 obyek wisata sudah cukup memuaskan asal saya bisa berlama-lama meresapi dan mendalami apa yang terjadi disana, orang-orang yang lalu lalang, dan hal-hal tersembunyi lainnya. 
Hingga kenyang dihantui pikiran, apa yang bisa saya lakukan untuk mereka...

Tersesat menjadi hal biasa dan dinanti, terkadang menyesatkan diri dan bergantung pada orang-orang yang ditemui di jalan. Namun perjalanan kadang melelahkan, hingga duduk di teras Mezquita de Granada menghadap Alhambra pun bisa saya lakukan berjam-jam. Sesekali mengamati para turis yang penasaran dengan Masjid yang masih hidup di tengah masyarakat Katolik dan sejarahnya yang tragis.

Membosankan sekali ya :p

Comments

Seru deh kerjaan lo Tiek!
eve said…
Atiieeek kapan ke Toli toli? Singgah dooong. Hehehe...

Setuju tik. Sejatinya perjalanan tak melulu menyoal destinasi, apalagi sekedar foto-foto. Semoga bertemu ia yang sefrekuensi dalam perjalanan ya tik, hehe
atiek said…
@batari: rumput tetangga lebih hijau baatt.. banyak yg ngeboseninnya juga kook

@eva: toli-toli tahun 2010 an va.. ih pengen lah ke banggai, tiket cuma ini tiket.. mahaall :))
Amiiinnn

Popular posts from this blog

Gimana nih gayanya??

Properti yg paling menarik untuk dipakai sampai jadi rebutan. Sebenarnya sih mungkin karena cuaca begitu panas, dan benda ini begitu berguna. Rabu, 18 Juni 2008. Pkl 6:52 WIB Sms masuk ke telepon genggam saya, F Yasmin, “Tiek, lo di bdg blm? Ntar bs ngarahin gaya?” . Hmm.. ber pikir sejenak dan tersentak, ah saya benar2 salah paham, saya pikir perubahan jadwal hari selasa ke jumat berdampak pada tidak ada sesi foto hari kamis dan rabu! Saya reply sms itu, dan baru tahu beberapa jam saat perjalanan ke Bandung, kalau sms itu failed. Kamis, 19 Juni 2008. Pkl 9.00 WIB Kesiangan! Terburu-buru saya mandi dan bersiap, dan menuju kampus dengan tergesa-gesa. Ternyata rombongan foto sudah sampai di depan Tokema, oh giliran Ik a si wartawati. Cium tan gan Yasmin dulu lah, minta maaf sudah meninggalkannya kemarin. Seru nih, semuanya tampak bersemangat dan cuaca pun bersahabat yang artinya awan-awan sejuk dan tidak terlalu terik. “Tiek, pikirin gayanya dong, si Nana, karakternya mengh...

Idola Cilik, sudahkah adil?

Sore ini selepas pergi bersama teman untuk menonton pertandingan tenis, saya menemukan para penghuni kos sedang berkumpul di ruang tengah untuk menyaksikan idola cilik. Saya merasa kangen nonton acara ini, karena dulu saat belum masuk babak 14 besar,saya sering sekali menonton acara ini.  Sebuah ajang bagus untuk pengembangan minat dan bakat anak-anak, sekaligus memberikan inspirasi bagi ribuan pemirsa kecil lainnya yang terlalu bingung dijejali sinetron-monolog-yang-mengumbar-gambar-orang-melotot. Lucu dan menyenangkan sekali pada awalnya, hingga pada sore ini pandangan saya terusik pada sistem eliminasi idola cilik. Menit demi menit saya mencoba menikmati rangkaian babak hasil "result show", tapi yang berputar di kepala saya hanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman kos yang mendukung Cakka dan Obiet, serta satu orang yang mendukung Irsyad. Saya coba buatkan rangkaiannya. Para kontestan cilik diberi kesempatan...

Pledoi para lajang

Sangat mudah untuk menghakimi perempuan-perempuan lajang yang sudah mencapai (bahkan melewati) usia umum untuk berkeluarga. Mereka yang terlihat asyik dengan hidupnya dan dianggap tidak mau bersuami atau menjadi ibu. Sebagian mungkin memang seperti itu, tetapi beberapa umumnya berkebalikan dengan apa yang dituduhkan. Seperti hal nya rezeki, ada jodoh yang ditahan ada yang disegerakan. Sebagian perempuan menjalani hidupnya dengan jodoh yang disegerakan, sebagian lainnya masih ditahan. Suka atau tidak itu sistem yang ada di dunia, dan saya rasa Tuhan punya maksud yang baik atas ini. Menerima kondisi tersebut adalah kewajiban bukan hanya bagi perempuan yang menjalaninya, tapi seluruh manusia. Ada yang bilang perempuan yang ditahan jodohnya ini sebagai orang yang tidak pernah mencari, terlalu pemilih, sudah ‘terlalu’ mandiri, dan berbagai ungkapan kreatif lainnya. Lain dari itu, kalau membeli baju saja dipilih, apalagi suami yang akan jadi ayah dan imam keluarga? Orang yang akan ...